TERUS BERBURU
Pria yang bekerja sebagai wiraswata Mechanichal Electrical dan IT Sulution di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan, menyukai Alfa Romeo karena beberapa alasan. Secara produk, mesinnya sudah memakai twin cam dan karburator four barrel sejak 1962. Empat tahun kemudian sudah all disc brake yang hanya bisa disamain dengan Ferrari.
Untuk bodi, lanjut Cecil, khususnya varian GT 1300 Junior didesain Bertoni. Lalu untuk tipe Spider (4 varian) didesain Fininfarina sedang tipe Giullia didesain Profesor Sata Puliga. Dengan tema desain angin (dulu belum ada wind tunnel) di bawah 0,30 koefisien drag. "Lalu secara fashion, mobil Alfa Romeo memang menimbulkan hasrat memacu. Pede sih bawanya, dengan torsi 200 NM pada 3.000 rpm sudah dapat," ungkap Cecil.
Kesukaan lainnya tentu unik dan langka. Untuk memiliki Alfa Romeo, harus memiliki ketekunan dan kesabaran. Selan itu juga karena unitnya sangat terbatas. Kalau kemudian Cecil hanya mengoleksi 4 tipe Alfa Romeo, karena alasan sederhana. "Nggak ada tempatnya. Sebab selain mobil kesukaan, kan juga ada mobil harian," terang pria yang tinggal di Kebagusan, Jakarta Selatan ini.
Namun sebenarnya suami dari Lani I Soeroso ini memulai perburuan Alfa Romeo pada 1998. Dia melihat Alfa Romeo tipe GTv 1750 keluaran 1971 milik sepupunya dibiarkan tidak terawat. Akhirnya boleh dibeli Cecil tetapi pembangunannya tetap diawasi sepupu. Sampai bengkel juga sepupunya yang menentukan.
Ciri khas GT 1300 junior 'stepfront' aerodinamika bagus
Perburuan pun dilanjutkan dengan ayah Kezia (18 tahun) dan Davey (10) ini dengan membeli GTv 2000 tahun 1972. Kondisinya baik dan hanya perlu menyempurnakan interiornya. Semua dilakukan di bengkel Arista Motor Bintaro. Hasilnya, sesuai yang diharapkan.
Cecil terpaksa menjual GTv 1750 untuk mendapatkan varian Alfa Romeo yang lebih bagus yakni Spider. Hingga dua tahun mencari, tidak mendapatkan. Jumlahnya memang terbatas hanya ada 5 unit di Indonesia.
"Saya mendapatkan dari Pak George Widjojo setelah dengan merayu. Apalagi saat itu Spidernya nggak sempat dirawat dengan rem dan handling tidak enak. Akhirnya saya restorasi di bengkel Casero Pondok Pinang yang saat itu sekaligus menjadi sekretariat klub Alfa Romeo," terangnya.
Mengeluarkan Rp 40 juta, untuk membeli kanvas dari Inggris hingga Rp 10 juta, lalu membenahi mesin, kaki-kaki hingga rem, mobil jadi sesuai idaman. "Catnya masih bagus, karena dilakukan di Matari Motor. Jadi gak perlu diganti. Belum puas, saya lalu mengambil Alfa Romeo 105 Series yang sasisnya sama dengan Giullia 1,3 kondisi bahan tapi lengkap dari Munir (Ciputat)."
Bodyshell GTv 1750, dibeli bahannya saja
"Mobil klasik itu bukan semata uang. Tetapi lebih karena faktor kesempatan dan keberuntungan untuk memiliki. Namun juga disertai speak-speak juga dan kesanggupan untuk merawat dengan baik. Itu kuncinya hobi mobil klasik itu," lanjut Cecil.
Akhirnya, pria berkacamata ini pun lengkap bisa mengoleksi Alfa Romeo Spider 2000 (1971), GT 1300 Junior (1969), Giullia 1,3 (1972) hingga GTv 1750 (1971). Cecil sempat memiliki Fiat 124 Sport 1971 BMW 2002. Namun demi alasan mengakui Alfa Romeo sebagai mobil, sedang kendaraan lainnya hanya alat transportasi, Cecil menjual keduanya. (mobil.otomotifnet.com)