Namun ini hanya solusi sementara, pasalnya di sisi lain truk yang banyak mengangkut bahan kebutuhan pokok dari pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara itu harus terhambat karena terpaksa melewati jalan alternatif non-tol.
Lebih Lancar
Ujicoba pembatasan truk dan kontainer (truk besar dengan berat di atas 5.500 kg) yang disepakati bersama Dinas Perhubungan DKI, Dirlantas Polda DKI serta Jasa Marga ini ternyata berhasil mengurangai kemacetan di tol dalam kota.
"Selama ini truk dan kendaraan berat lainnya dinilai sebagai penyebab kemacetan di tol dalam kota. Tak terkendalinya jam operasional dan lambatnya kecepatan menjadi penyebab penurunan kinerja jalan tol. Itulah yang menjadi latar belakang diberlakukannya ujicoba ini," ujar Ir Udar Pristono, MT, Kepala Dinas Perhubungan DKI.
Menurut Pristono, sekitar 70 persen kemacetan di 11 ruas jalan tol dan ruas Jalan Cakung-Cilincing disebabkan kendaraan angkutan berat yang melewati jalan tersebut. Kebanyakan kendaraan itu berjalan lambat sehingga mengakibatkan antrean kendaraan di belakangnya.
"Padahal lalu lintas di depannya sepi. Ini kan tidak efektif. Maka kemudian dicoba pembatasan truk tersebut pada jam sibuk. Truk itu baru boleh masuk tol dalam kota pada 22.00 WIB hingga 05.00 WIB," sambungnya.
Terbukti, selama penerapan kebijakan tersebut, kecepatan kendaraan di ruas tol Cawang-Tomang bertambah menjadi 38,09 km/jam dari kecepatan semula 13 km/jam. Bahkan kecepatan rata-arat kendaraan melalui 11 ruas tol dalam kota dan arteri Cakung-Cilincing juga bertambah menjadi 19,24 km/jam.
Data lainnya, sebelumnya volume kendaraan yang ada di ruas Cawang-Tomang mencapai 4.013, di mana 1.404 diantaranya adalah kendaraan berat. Dengan kebijakan tersebut, 1.404 kendaraan berat tidak boleh lewat sehingga berdampak pada pengurangan bebab jalan.
Perkembangan lainnya, sebelum diberlakukan kebijakan itu selalu terjadi antrean kendaraan hingga perpotongan ruas jalan depan Polda (Semanggi), DPR/MPR hingga Jalan Slipi dalam ruas tol Cawang-Tomang. Namun sejak diberlakukan kebijakan tersebut antrean kendaraan itu tidak lagi ditemui.
"Kini pembatasan diperluas tak hanya Cawang-Tomang, melainkan ditambah Cikunir-Cawang, Cawang-Tanjungpriok dan Pasar Rebo -Cawang," ungkap Pristono.
Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Tomex Kurniawan selaku Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya menyatakan bahwa ujicoba pembatasan truk di tol dalam kota ini akan berlangsung hingga 10 Juni 2011.
"Pembatasan jam operasional truk ini berpengaruh terhadap kelancaran arus kendaraan di tol dalam kota. Contohnya, ruas Cawang-Grogol mengalami percepatan mobilisasi. Sebelum ujicoba kecepatan 12-13 km/jam, kini bisa dipacu 50-60 km/jam," ujar Tomex.
Atas keberhasilan mengurai kemacetan ini, Tomex menyebutkan dampaknya cukup bagus. Selain itu respon masyarakat juga cukup baik dan bahkan sebagian masyarakat meminta agar ujicoba itu diteruskan menjadi parmenan.
Rencana Mogok
Namun di sisi lain, pembatasan truk itu membuat para pengusaha angkutan merasa dirugikan. Pengusaha yang tergabung dalam Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Provinsi DKI Jakarta keberatan dengan kebijakan itu.
"Kami sangat dirugikan dengan kebijakan tersebut. Dari sisi nominal, kerugian mencapai miliaran rupiah setiap harinya. Karena truk yang biasanya bisa dioperasikan 24 jam, kini hanya 7 jam," kata Soedirman, Ketua Organda DKI Jaya.
Menurut Soedirman, dengan pembatasan jam operasional truk di tol dalam kota, saat ini kontainer dan truk banyak menumpuk di pelabuhan Tanjungpriok. Karena hampir semua memanfaatkan jalan biasa dan alternatif, kini kemacetan berpindah di sekitar Tanjungpriok dan sekitarnya.
"Memakai jalan biasa, harus menempuh perjalanan hingga 2 kali lipat ketimbang melalui jalan tol. Akibatnya, biaya untuk bahan bakar membengkak dan juga biaya operasional lainnya," lanjutnya.
Untuk itu selain akan menyikapi kebijakan ini dengan rencana mogok, juga mendesak memperlebar waktu pembatasan. "Rencana mogok masih kami godok, dan kami berusaha melakukan komunikasi untuk bisa menambah jam truk boleh jalan di tol tak hanya 20.00 -05.00 WIB. Melainkan pada jam lainnya. Kalau alasannya menghindari jam kantor, mestinya pembatasan itu misalnya jam 05.00-09.00 WIB dan 17.00 -19.00 WIB. Seleb ihnya kan kosong," tambah Sudirman.
Maringan Pangaribuan, anggota DPRD DKI melihat bahwa mestinya pemegang kebijakan tak hanya memikirkan pemilik kendaraan pribadi tetapi juga pengusaha truk. "Yang terjadi sekarang ini kan solusi sementara. Sebab kalau diberlakukan terus, bagaimana nasib truk yang mengangkut bahan kebutuhan pokok itu. Lalu, jalan alternatif dan jalan biasa menjadi cepat rusak dong karena dilalui truk dan kontainer," kata Maringan.
Politisi senior dari PDIP itu mendesak agar pemerintah segera merampungkan ruas tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) W1-W2 (Puri Kembangan -Ulujami) sehingga truk dan kontainer tersebut tidak perlu lagi melewati tol dalam kota lagi.
"Kan ruas tol lingkar luar itu belum menyambung karena ruas Puri Kembangan -Ulujami sampai sekarang masih belum selesai. Pemerintah harus bekerja ekstra keras, termasuk menyelesaikan ganti rugi pemilik tanah, dan kalau bisa, ruas itu tahun ini langsung bisa dikebut," lanjutnya.
Kini memang ditunggu sikap cepat pemerintah agar solusi kemacetan ibukota bisa diatasi. Jangan lagi tertunda akibat bermasalah dalam hal penyelesaian ganti rugi tanah.Tentu masyarakat tidakingin kemacetan di ibukota makin rumit dan akut bukan? (mobil.otomotifnet.com)