Evaluasi Transjakarta, Setelah 7 tahun Kebijakan Setengah Hati

billy - Senin, 16 Mei 2011 | 14:07 WIB

(billy - )


 Wianda. Suplai BBG dari Pertamina dijamin aman
JAKARTA -
Itulah istilah paling tepat sepertinya. Dengan alasan menyukseskan langit biru, sejak awal armada bus Transjakarta diharuskan memakai bahan bakar gas. Tapi persoalan justru muncul di sini.

Bis seringkali terlambat mengarungi koridor karena panjangnya antrean untuk mengisi bahan bakar bersih itu. Bayangkan, satu bis rata-rata hingga sekitar jam untuk menunggu antrian mengisi bahan bakar yang meski jumlah SPBG ada 6 buah namun tidak semua bisa difungsikan lagi.

Lebih parah lagi, pasokan BBG baik dari Pertamina dan PGN acapkali tersendat. Padahal kedua perusahaan BUMN ini baru saja menyeragamkan harga menjadi Rp 3.100 per liter setara premium (LSP). Ini menjadi kendala utama keterlambatan busway selama ini.

"Bagaimana cara mengatasinya, ya Pemerintah Pusat harus serius dalam hal penyediaan BBG ini. Kan gak lucu, masak persoalan justru muncul dari penyediaan BBG yang sebenarnya barangnya ada," ujar Darmaningtyas, wakil masyarakat transportasi Indonesia.

Menanggapi itu, Wianda Pusponegoro, Manager Media Pertamina membantah soal suplai yang tidak lancar itu. "Suplai BBG dari Pertamina ke SPBG dalam kondisi aman. Di mana suplai 4 mmcfd per hari bisa dipenuhi dari anak perusahaan Pertamina EP. Termasuk ke SPBG yang menyuplai untuk bus Transjakarta. Lah, kan tidak hanya dari Pertamina yang menyuplai. Kalau yang dari kami dijamin aman," ungkap Wianda.

Soal penyediaan BBG ini tidak hanya persoalan seretnya pasokan. Namun ada persoalan lain lagi yakni bahwa tidak semua SPBG bisa dioperasionalkan. Kalau semua 6 SPBG yang tersebar di wilayah Jakarta bisa dimaksimalkan, termasuk dengan pasokan BBG yang lancar, sebetulnya akan lumayan membantu.

Namun sebenarnya idealnya SPBG tersebut ada di setiap ruas koridor. Sehingga mudah dalam hal pengisian, cepat yang pada akhirnya tidak terjadi lagi rentang kedatangan yang sangat lama dan seperti nyaris tidak ada kepastian.

Jika demkian, tidak perlu memikirkan konsep ideal langit biru dengan nol persen polusi namun malah menambah kemacetan baru di ibukota. Kenapa tidak busway biar saja ‘minum' premium atau solar saja. Kalau begini kan seperti membuat kebijakan setengah hati.  (mobil.otomotifnet.com)