Sehingga untuk memenuhi permintaan pasar yang mulai marak, terhitung sulit untuk saat ini. Seperti dilontarkan media lokal Jawa Tengah, bahwa permintaan sudah mencapai 2.000 unit. “Wah, sudah pasti tidak bisa untuk saat ini,” tutur salah seorang guru SMK yang terlibat dalam proyek ini tanpa mau namanya disebutkan.
Bisa dimaklumi bila para pembuatnya belum bulat hati dengan keyakinannya memroduksi dalam skala besar. Menurut Puryanto, dari Automotive Bussines Consulting (ABC), untuk menjadi industri otomotif yang sesungguhnya, masih perlu melalui beberapa proses.
Pada setiap proses, membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Misalnya, pada proses perancangan desain: mulai desain awal, hingga mock-up butuh waktu lebih dari 3 bulan.
Artinya, bila setiap tahapan yang mesti dilalui itu membutuhkan 3 bulan, 11 proses produksi bisa menghabiskan waktu 33 bulan atau 2 tahun 9 bulan . Itu belum berhitung dari segi permodalan yang mesti disediakan.
Waktu untuk melakukan proses produksi itupun masih diselingi dengan aneka perizinan dari departemen pemerintah. Pendaftaran merek pada dirjen HAKI Kemenkumham, pengurusan Nomor Identifikasi Kendaraan di Kementrian Perindustrian, uji tipe di Kemenhub, pengurusan Tanda Pendataran Tipe (produksi), Bea Balik Nama di Pemda, daftar speciment di Mabes Polri dan sejumlah dokumen lain.
Itupun baru pendaftaran perizinan yang menyangkut produk. Lain halnya dengan perizinan industri atau pabrik pembuatnya. Mulai dari akte notaris pendirian hingga Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan lain sebagainya.
Persyaratan teknis semacam itu, tentu tidak bisa didapatkan secara langsung. Maka, untuk menuju industri , perlu koordinasi semua pihak yang terlibat untuk mendukung adanya industri otomotif anak negeri. Termasuk kesiapan konsumen menerima produk itu sendiri.
Bagaimana, siap mendukung? (mobil.otomotifnet.com)