Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menginisiasi sidang dugaan pelanggaran persaingan usaha yang dilakukan oleh PT Astra Honda Motor (AHM) dengan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), yakni dituding indikasi kartel dengan bermufakat secara terselubung mengatur harga jual skutik 110-125 cc di pasar domestik.
Pada pemeriksaan pendahuluan perkara, hakim memberi kesempatan kepada investigator untuk membacakan laporan dugaan pelanggaran yang dituduhkan kepada terlapor. Kemudian pada sidang kedua pihak terlapor dipersilahkan membacakan eksepsi atau sanggahan yang dituduhkan oleh tim investigator.
Pihak Honda dan Yamaha pun sama-sama membantah telah melakukan kartel harga jual skutik. Nah, tudingan tim investigator KPPU ini pun terkesan asal-asalan. Pasalnya bukti-bukti pendukung yang diajukan tidak sesuai substansi alias terlalu lemah dan tak jelas.
Hal ini terbukti ketika pihak YIMM yang diwakili langsung oleh Dyonisius Beti selaku Executive Vice President Director YIMM memaparkan langsung sanggahan yang dituduhkan oleh tim investigator KPPU, yakni pada sidang kedua (26/7) di Gedung KPPU, Jl. Ir H. Juanda, Jakpus.
Ada dua alat bukti yang diajukan tim investigator KPPU, yakni surat elektronik Yoichiro Kojima, yang ditulis pada 2014. Dalam email itu, Kojima yang waktu itu menjabat Presiden Direktur YIMM dituding meminta tim pemasaran perusahaan untuk menyesuaikan harga produk skutik 110-125 cc rakitannya dengan kenaikan harga motor Honda.
Kemudian email lanjutan dari Direktur Marketing YIMM Yutaka Terada yang menyatakan "Seperti diketahui, Presiden Direktur Kojima telah meminta kita untuk berkali-kali menyesuaikan harga dengan kenaikan harga Honda sejak Januari 2014, sesuai dengan janjinya pada Mr. Inuma, Presiden Direktur PT AHM di lapangan golf," petikan email yang dijadikan bukti oleh tim investigator KPPU.
Melalui paparan yang disampaikan pada sidang kedua dugaan Kartel, Yamaha ungkap alat bukti tudingan kartel tidak jelas. Serta pihak AHM sebelumnya juga telah mengklarifikasi komunikasi email tak benar adanya. “Dari awal kita sudah membantah. Persaingan makin ketat. Logikanya kalo sudah sepakat ngatur harga maka gak ada persaingan. Email itu antar internal Yamaha dan tidak dikomunikasikan kepada Honda. Naik harga itu hal yang wajar dalam dunia marketing,” tegas Margono Tanuwijaya, Direktur Marketing AHM.
Sementara itu, dalam paparannya di sidang kedua, Dyonisius memberikan sejumlah fakta-fakta sanggahan.
1. Email bukan produk yang sah dari perusahaan yang bisa menjadi policy perusahaan. Tetapi email hanya sebagai media sharing informasi internal Yamaha. Email tersebut sama sekali tidak pernah dikomunikasikan kepada pihak Honda. Jadi bukan komunikasi antara Yamaha dan Honda, serta bukan bukti kartel.
2. Yang dimaksud dengan send message meruapakan majas atau gaya bahasa untuk mendorong semangat tim internal Yamaha untuk bersaing dengan Honda. Bukan dalam artian harafiah mengirim pesan. Faktanya tak ada pesan yang disampaikan ke pihak Honda.
3. Yang dimaksud ‘where there is a room and please adjust the price’ adalah kami coba lihat peluang untuk meninjau strategi harga.
4. Email tersebut tak pernah di follow up oleh si penerima email, maupun tim penentu harga.
5. Tidak pernah ada rapat manajemen mengenai email itu.
6. Di Yamaha penentuan kenaikan harga jual bukan wewenang Presiden Direktur Kojima, karena sudah didelegasikan kepada Executive Vice Presiden, Dyonisius Beti, selaku pemimpin tertinggi lokal eksekutif yang lebih mengetahui kondisi Indonesia dan perubahan pasar serta konsumen. Sebelumnya dia menjabat Presiden Direktur Yamaha Marketing Company.
7. Terkait golf. Tidak ada hubungannya golf dengan bisnis. Golf hanya urusan pribadi yang dilakukan Kojima dengan ekspatriat Jepang yang punya hobi sama.
8. Seluruh kesaksian Mr. Terada tentang golf tidak sah, karena dia tidak hadir.
9. Tidak ada diskusi tentang bisnis dan kesepakatan perjanjian di golf. Dimana tidak dimungkinkan kesepakatan 1 pihak yang juga dihadiri oleh ekspatriat yang berkerja di perusahaan pesaing pihak lain.
10. Seluruh kesaksian email Terada pada 10 Januari 2015 tidak benar ada diskusi mengikuti kenaikan harga Honda. Serta email Terada tidak bisa dijadikan alat bukti karena bertentangan dengan prinsip testimonium de auditu, bukan sesuatu yang dialami, dilihat dan didengar sendiri, dan kesaksian Terada juga dibantah oleh Kojima.
Dari fakta-fakta tersebut jelas bahwa tudingan tidak mendasar. Bahkan tim investigator juga tidak mencantumkan secara jelas, periode terjadinya dugaan kartel. “Padahal periode dugaan kartel merupakan syarat kejelasan tuduhan kartel,” tegas Dyon.