“Perusahaan enggak bisa efisien, tidak membuat forecast, otomatis ke depan enggak bisa berjalan sebagaimana mestinya,” paparnya. “Kemampuan itu terbatas (merancang bangun), kita jadi beban,” terangnya.
Meski begitu Hosea mengakui jika Proton merupakan pabrikan yang punya fasilitas lengkap. “Dia punya fasilitas rancang bangun, kita akui industrinya sudah maju. Sudah 30 tahunan dan kita tetap lihat (akui) kemampuan mereka”.
“Tetapi membuat produk itu kan ada dua. Pertama kreatif dalam rancang bangun dan produksi. Kalau produksi, kemampuannya sama saja dengan kita. Tapi rancang bangun terbatas. Mereka bisa enggak membangun dengan pembiayaan yang besar. Kalau pemerintah di sana (Malaysia) enggak support, enggak berkembang,” terang Hosea.
Bisa disimpulkan, tidak adanya support pembiayaan dari pemerintah Malaysia –dengan berbagai sebab- untuk mengembangkan rancang bangun Esemka membuat kerjasama ini mandek.
Hal lain yang diungkap Hosea yakni soal kondisi dalam negeri Malaysia. “Soal pemerintahan yang bersih mereka sekarang malah merujuk Indonesia,” ucapnya.
Sebelumnya, Presdir PT Adiperkasa Citra Esemka Hero, AM Hendropriyono mengungkapkan latar belakang berhentinya kerjasama yang terjalin sejak awal 2015 ini karena masalah politik.
“Kami ini dagang dan lain-lain di semua sektor. Kami tergantung juga politik. Politik Malaysia membuat Proton jalan di tempat. Masa jalan di tempat saya terusin. Saya enggak teruskan dengan Proton,” ujar Hendropriyono seperti dikutip Warta Kota (21/9).
Nah, jelas sudah. (otomotifnet.com)