JAKARTA-Di balik ramainya motor di jalanan, konsumen roda dua terus menurun lo.
Lalu, pada ke mana mereka?
Nah, kalau melongok statistik penjualan motor Januari-Maret 2017, ada penurunan dibanding periode yang sama tahun lalu sih.
Tapi bukan cuma di awal 2017 aja.
Sebab, sudah lima tahun terakhir penjualan motor nasional terus anjlok.
Hanya sekali saja, pembeli motor bertambah sedikit di 2014.
Lalu, apakah pasar motor sudah mulai jenuh?
Bincang-bincang dengan Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Sigit Kumala, berikut setidaknya 10 hal yang bikin konsumen motor menyusut.
1.Sektor riil belum pulih.
“Seperti diketahui konsumen motor adalah menengah ke bawah. Selama 2 tahun ini sektor riil belum benar-benar pulih. Jika sudah mulai membaik maka daya beli konsumen bisa bergerak lagi,” sebut Sigit.
2. Hasil komoditas di Pulau Jawa belum membaik.
“Sehingga mempengaruhi pergerakan ekonomi mikro. Sebaliknya, penjualan di luar Pulau Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan justru membaik.”
“Hal ini berkat hasil komoditas seperti karet dan minyak sawit mulai bagus harganya. Pun begitu dengan batubara di Kalimantan. Sehingga meningkatkan daya beli masyarakat disana,” beber Sigit.
3. Dana desa tidak menggerakkan penjualan motor.
“Seperti diketahui, pemerintah mengalokasikan dana desa yang cukup besar. Sejak beberapa tahun jumlahnya terus meningkat 3 kali lipat.’
“Yakni mencapai Rp 760 triliun. Hal ini tentu membangun ekonomi kerakyatan, sehingga perputaran uang di pedesaan menjadi tumbuh,” sebutnya lagi.
4. Income pekerja berkurang.
“Kalau sebelumnya para pekerja bisa mendapat income tambahan melalui lembur, kini banyak perusahaan mengurangi lembur.”
“Sehingga income berkurang, untuk membeli barang sekunder seperti motor tentu akan berpikir memenuhi kebutuhan primer terlebih dahulu,” katanya.
5.Regulasi perpajakan (pajak progresif).
“Awalnya regulasi pajak progresif berdasarkan nama pemilik tidak terlalu berpengaruh. Kini regulasi pajak progresif berdasarkan satu alamat pemilik, cukup mempengaruhi penjualan motor.”
“Khususnya di daerah-daerah yang menerapkan aturan tersebut, semisal DKI Jakarta,” ungkapnya.
6. Daya beli masyarakat belum membaik.
“Pulau Jawa menjadi kontributor terbesar, yakni 63 persen terhadap total penjualan motor nasional. Namun, daya beli masih belum membaik,” rinci Sigit.
7. Sektor transportasi massal membaik.
“Sarana transportasi yang paling murah saat ini adalah motor. Di daerah-daerah, sektor transportasi massal memang belum baik, sehingga motor masih jadi pilihan utama. Namun di beberapa kota besar, transportasi massal sudah mulai membaik,” bilang Sigit.
8 Pendapatan sektor wisata menurun.
“Seperti di Bali, penjualan justru turun. Saya awalnya curiga apakah ini karena pajak progresif. Ternyata bukan.”
“Setelah saya cek jumlah wisatawan naik, tetapi belanja turis justru turun. Hal ini sudah saya konfirmasi ke Bappenas, para turis tak lagi makan di hotel, tapi di pinggir-pinggir jalan.”
“Sehingga mempengaruhi pendapatan dari sektor wisata Bali yang 65 persen berasal dari sektor pariwisata,” papar Sigit.
9. Sektor formal di pulau jawa belum pulih.
“Menurut kajian Bappenas, hanya ada tiga sektor yang tumbuh dengan baik saat ini yakni industri makanan dan minuman, telekomunikasi serta jasa keuangan.”
“Selebihnya masih belum pulih. Baru kali ini penurunan penjualan di Pulau Jawa begitu tajam dibandingkan luar Pulau Jawa,” katanya merinci.
10. Relaksasi DP ringan belum ada dampak signifikan.
“Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis aturan DP motor dibolehkan 5 persen, tapi kita diskusi dengan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), relaksasi DP ringan ini belum ada dampak signifikan,” bebernya lagi.
Data penjualan motor 2017 vs 2016
Januari 473.879 unit vs 443.449 unit
Februari 453.763 unit 551.339
Maret 473.896 unit vs 583.339 unit. (Otomotifnet.com/Harryt)