Otomotifnet.com - Ajang balap bergengsi MotoGP ternyata mengadpsi banyak material khusus di motor yang digunakan membalap.
Salah satunya adalah bagian tabung sokbreker depan.
Pada umumnya tim MotoGP banyak yang menggunakan bahan alumunium untuk bagian ini.
Akan tetapi, ada jenis bahan lain yang dipakai untuk tabung sok depan ini yaitu serat karbon (carbon fiber).
(Baca Juga: MotoGP Ceko Terancam Stop Kontrak, Biaya Jadi Masalah, Indonesia Siap Gantikan?)
Perintis tim MotoGP yang menggunakan sokbreker berbahan carbon fiber ini adalah Ducati.
Ducati sudah menggunakan bahan tabung sok itu sejak 2016 dan resmi kedua motor mengadopsi sokbreker depan serat karbon sejak 2017.
Seiring perkembangan musim ini, gak cuma skuat Ducati mengaplikasi sokreker depan dari bahan serat karbon itu.
Pembalap lain juga ramai-ramai mengggunakannya.
(Baca Juga: Jorge Lorenzo Dikatain Test Rider Honda, Dibilang Terlalu Lambat)
Sebut saja Valentino Rossi dan Maverick Vinales (Monster Energy Yamaha MotoGP); Marc Marquez dan Jorge Lorenzo (Repsol Honda Team) dan lainnyapun menggunakannya.
Sebagai informasi, tabung shockbreaker ini sudah dites sejak tahun '80-an lalu.
Perusahaan Jepang telah melakukan tes dengan bahan carbon fiber dari pertengahan 1980.
Ohlins menggunakan bahan ini sejak 1998 hingga 2004 pada Aprilia di 250 cc.
(Baca Juga: Tim Ducati Sedang Dalam 'Mimpi Terlarang', Putar Otak Datangkan Marc Marquez)
Lalu apa keunggulan bahan ini dibanding sokbreker dengan material aluminium?
Thomas Alatalo, insinyur balap Ohlins menjelaskan hal ini.
"Alasan utama adalah pengurangan berat," ujar Thomas Alatalo dikutip dari Bikesportnews.com.
Penggunaan bahan carbon fiber untuk komponen ini mampu menurunkan berat sebanyak 400 gram.
(Baca Juga: Tim Pramac Tak Restui Jack Miller ke Tim Pabrikan Ducati, Kurang Dewasa Jadi Sebab)
Tapi ada satu hal negatif dari penggunaan bahan ini yaitu mahal.
Ada harga ada barang, Thomas Alatalo mengatakan harga dari bahan ini lebih dari tiga kali sokbreker dari bahan aluminium.
"Ducati paling tertarik dan ingin mencobanya sejak awal tahun, mereka mengetes saat musim dingin dan tidak merasakan dampak negatif," pungkas Thomas Alatalo.