Otomotifnet.com - Pelanggaran kendaraan seperti Over Dimension Over Loading (ODOL) tidak hanya datang dari pengusaha swasta saja, tapi juga dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal ini diungkapkan oleh Djoko Setijowarno, selaku pengamat transportasi publik dari Universitas Katolik Soegijapranata.
"Justru BUMN yang bermasalah, termasuk BUMN KARYA, truk muatan tanah urugan," ungkap pria yang akrab disapa Djoko ini melalui pesan singkat (24/10).
"Tidak ada aturan (mengenai batasan muatan kendaraan di BUMN)," sambungnya.
(Baca Juga: Kocak! Pelaku Penggelapan 14 Mobil Laporkan Rekan ke Polisi, Sama-sama Diciduk, Pembagian Tak Adil)
Maka dari itu, Djoko pun meminta penegak hukum yang diberi kewenangan untuk lebih agresif terkait masalah ODOL.
"Penegakan hukum oleh aparat Polisi yang diberi kewenangan di jalan raya harus lebih agresif. BUMN harus mematuhi tidak mengakut muatan lebih," papar Djoko lagi.
"Kontraktor BUMN juga tidak mengangkut material untuk kebutuhan proyeknya dengan kendaraan yang ilegal dan bermuatan lebih," tambahnya.
Lebih lanjut Djoko menambahkan, kinerja infrastruktur logistik di Indonesia masih rendah, begitu juga biaya logistik yang masih tinggi presentasenya terhadap PDB.
(Baca Juga: Bus 44 Trans Terguling di Tol Cipali, Adu Tubruk Dengan Truk, Empat Orang Meregang Nyawa)
Menurut World Bank pada 2018 lalu, posisi Indonesia pada Logistik Performance Index (LPI) di urutan ke 54, sementara negara tetangga seperti Malaysia berada di urutan ke 40, Thailand 41, Vietnam 47 dan Filipina 67.
Selain itu, kajian logistik yang dilakukan oleh Pandu Yunianto, Direktur Lalu Lintas Ditjenhubdat pada September 2019 lalu dalam hal peraturan perundangan, juga perlu dievaluasi.
Ketentuan pidana tidak hanya dikenakan kepada pengemudi mobil barang, tetapi juga kepada pihak pemilik kendaraan.
Lalu, Pasal 307 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) perlu diamandemen dan disesuaikan.
(Baca Juga: Toyota Fortuner Disita Polisi Dari Calon Kades, Pelat Nomor Gosokan Bohongi Petugas)
Utamanya pada kalimat 'Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang' direvisi menjadi 'Kendaraan Bermotor Angkutan Barang' saja.
Jadi ketentuan pidana dapat dikenakan baik terhadap kendaraan barang umum maupun perseorangan.
"Logistik harus ditata lagi," tutup Djoko.