Otomotifnet.com – Hino sudah mengembangkan mesin dengan teknologi common rail sejak 1995. Namun baru masuk dan dipakai di Indonesia pada 2012 silam.
Sistem common rail milik Hino ini punya beberapa keunggulan dibanding kompetitornya.
“Di sistem bahan bakar, kita punya 3 kali penyaringan. Sehingga dari tangki bahan bakar, solar akan melalui 3 filter,”
“Efeknya, yang masuk ke mesin, solar yang sudah lebih bersih. Membuat sistem pembakaran jadi lebih maksimal,” sebut Irwan Supriyono, Aftersales Director PT Hino Motors Sales Indonesia (HMSI).
Baca Juga: Hino Ranger FLX 260, Truk Ekstra Panjang Bebas ODOL, Yuk LIhat Detailnya
Hal tersebut diutarakan dalam Ngobrol Virtual Santai kerja sama Forwot dengan HMSI (29/04/2021).
Selain itu, injektornya juga menggunakan teknologi DLC (Diamond Like Carbon).
Lapisan DLC ini ada di jarum injektor, klep dan command piston. Dengan DLC, maka injektor akan lebih tahan terhadap gesekan.
Di kompetitor, DLC biasanya hanya ada di jarum injektor saja.
Dengan demikian, mesin-mesin truk dan bus Hino yang sudah common rail siap untuk Euro 4.
“Kita tinggal menunggu kesiapan pemerintah untuk bahan bakar yang Euro 4. Karena kalau bahan bakar tidak Euro 4, maka hasil keluarannya juga tidak Euro 4,” tambah Irwan.
Baca Juga: Hino Ranger FLX 260, Truk Ekstra Panjang Bebas ODOL, Yuk LIhat Detailnya
Sementara itu, disinggung juga mengenai solar B30 yang saat ini masih menjadi konsumsi truk dan bus.
“B30 itu cukup bagus juga. Punya daya membersihkan tangki bahan bakar. Tapi di sisi lain juga bisa timbul seperti gel,”
Baca Juga: Solar Kelapa Sawit D100 Apa Bedanya Dengan B30, Ini Penjelasannya
“Mencegah itu, Hino punya alat strainer. Alat ini akan memecah gel tersebut, sehingga yang masuk mesin tetap bersih,” jelasnya.
Sayangnya, alat strainer ini merupakan opsional, bukan standar bawaan truk atau bus.
Hino sendiri saat ini menjadi market leader dalam segmen medium duty truck.