Otomotifnet.com - Dijabarkan oleh Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI). Kemudahan kredit terjadi mulai tahun 2000, sejak krisis asia melanda, termasuk Indonesia.
Yakni setelah dirilisnya Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999. “Membuat kami peruahaan pembiayaan lebih berani memberikan pembiayaan kepada masyarakat luas, yang tadinya hanya boleh diberikan kepada sekelompok orang tertentu,”
“Dimana salah satu syarat pembayarannya dengan menggunakan buku giro atau cek,” beber Suwandi.
Ia melanjutkan UU Fidusia 42/1999 dikeluarkan untuk meberikan jaminan. Artinya hanya dengan modal 10%, 15% dan 20% debitur bisa melakukan perjanjian pembiayaan dengan leasing.
Baca Juga: Catat! Segini Tempo Nunggak Cicilan Kredit yang Ditolerir, Sebelum Kendaraan Ditarik Debt Collector
“Maka kami (leasing) melakukan perjanjian hutang-piutang dengan konsumen. Bahkan kami memberanikan diri, kendaraannya belum lunas. Namun STNK dan BPKB sudah atas nama debitur,” terangnya melalui gelaran Ngobrol Virtual (Ngovi) GridOto (24/9).
Nah dikarenakan kendaraannya belum lunas. Tentu, para debitur mestinya paham, bahwa ini masih ada perjanjian hutang piutang yang dicicil setiap bulan.
Turunan dari perjanjian tersebut, namanya akta perjanjian Fidusia, yang memberi jaminan kepada debitur sebagai pemberi Fidusia.
“Jadi BPKB-nya diserahkan kepada kami, yang memang kendaraannya dibeli secara piutang. Maka saya (debitur) tunduk kepada undang-undang, manakala saya nanti wanprestasi gagal dalam pembayarannya,” sambung Suwandi.