"Kalau Pertalite dan Solar subsidi dibatasi, industri besar pengguna Solar subsidi dirugikan. Karena itu, pilihan pemerintah menaikkan harga subsidi, bukan membatasi," pungkas Fahmy.
Adapun dia memperkirakan harga Pertalite akan naik menjadi Rp 10.000 per liter dari saat ini Rp 7.650, dan Solar menjadi Rp 8.500 per liter dari saat ini Rp 5.150.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan penyesuaian harga BBM untuk mengurangi beban APBN merupakan langkah yang tepat.
Ia pun mengatakan anggaran subsidi BBM sebaiknya dialihkan untuk pembangunan sektor lain, seperti pendidikan dan kesehatan.
"Bahasanya bukan kenaikan, tapi lebih kepada mengurangi beban subsidi yang harus pemerintah bayarkan kepada badan usaha," katanya.
"Saya kira hal ini perlu dilakukan untuk menyelamatkan beban keuangan negara," imbuh Mamit.
Mamit menuturkan, beban keuangan negara semakin berat jika tidak ada pengurangan subsidi bisa dipastikan.
Saat ini, beban kompensasi yang harus dibayarkan negara kepada badan usaha sangat besar kurang lebih Rp 502 triliun.
Mamit perkirakan, butuh kurang lebih Rp 65 triliun untuk menambah beban subsidi BBM dan kompensasi sampai akhir tahun ini, jika tidak ada pembatasan atau ruang fiskal yang cukup kuat untuk APBN.
"Penambahan kuota untuk Pertalite kurang lebih lima juta kiloliter dan solar subsidi kurang lebih 1,5 juta kiloliter," katanya.