Otomotifnet.com - Terdakwa kasus penganiayaan korban D pada 20 Februari 2023, Mario Dandy Satriyo mengaku punya banyak Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) palsu.
Saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Mario mengaku kalau dia mengoleksi banyak pelat nomor palsu dengan alasan supaya terlihat keren.
"Biar keren saja Yang Mulia. Nama saya itu di Instagram kan Broden, nah itu nama mobilnya biar jadi Broden saja, jadi B 120 DEN," ucapnya kepada hakim anggota Tumpanuli Marbun (4/7/2023).
Tidak hanya itu, putra dari mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, Rafael Alun Trisambodo, juga mengaku memiliki beberapa pelat nomor lain dengan inisial khusus.
Salah satunya adalah P 123 TYA, yang rangkaian angka serta hurufnya merujuk pada inisial mantan kekasih Mario, Anastasya Pretya Amanda.
"Saya bikin pelat nomor palsu atas nama Amanda juga. Namanya kan Pretya, saya bikin P 123 TYA, terus di-story-in (unggah Instastory) sama dia. Terus dia juga tahu ada pelat nomor 120 DEN," ucap Mario.
Di balik pemakaian pelat nomor palsu, ada konsekuensinya yang mungkin enggak disadari Mario Dandy. Bahkan bisa menjebloskan ke dalam penjara tanpa mukulin orang.
Pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas, mengatakan, tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum lalu lintas.
“Itu bisa masuk kategori pelanggaran hukum memalsukan pelat nomor, jadi polisi dapat bertindak atas dasar pemalsuan nomor kendaraan,” katanya beberapa waktu lalu.
Untuk diketahui, aturan mengenai pelat nomor sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pada Pasal 280, melanggar tidak dipasangi tanda nomor kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Kemudian, pada Pasal 39 ayat (5) Perkapolri 5/2012 menyebutkan, TNKB yang tidak dikeluarkan oleh Korlantas Polri dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku secara resmi.
Pelanggarnya dapat dikenakan pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang secara spesifik mengatur mengenai penipuan.