“Karena ini bukan hanya soal electric car, melainkan bagaimana cara kita mengurangi emisi carbon. Dan itu bisa dimulai dengan menggunakan mobil yang remah lingkungan,” tukasnya.
Toyota sendiri telah mengembangkan berbagai teknologi ramah lingkungan yang siap untuk digunakan, termasuk bekerja sama dengan beberapa perusahaan, salah satunya Pertamina, untuk melakukan trial untuk Flexy Fuel.
Penggunaan Flexy Fuel ini saja, seperti bio diesel maupun bio ethanol pada bahan bakar bensin dengan presentasi 5-10%, kata Anton sudah mampu mengurangi emisi carbon 10 – 20%.
“Belum lagi dengan teknologi hybrid, plug-in hybrid dan BEV. Jadi saya rasa target kita untuk mengurangin carbon hingga nol persen ke depannya, semakin possible,” yakinnya.
Apalagi kata Anton Flexy fuel ini bisa dikombinasikan dengan teknologi hybrid maupun plug-in hybrid.
“Akan makin tinggi lagi carbon yang bisa ditekan. Contohnya pada Yaris Cross emisinya bisa turun sekitar 40 persen, jika dikombanasi dengan Flexy Fuel mungkin bisa sampai 60 persenan,” jelasnya lagi.
Anton lantas menyinggung soal beberapa awak media yang kerap menanyakan menanyakan soal insentif dari pemerintah.
Ia berharap agar Pemerintah juga bisa memberikan insentif pada produk-produk yang bisa mengurangi emisi dan sudah diproduksi secara lokal di Indonesia. “Bukan yang import,” tukasnya.
Dengan harapan adanya insentif ini akan membuat harga mobil-mobil berteknologi ramah lingkungan bisa lebih kompetitif lagi, sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat luas.
Setuju nih usulnya!