Ekosistem Kendaraan Listrik Bersatu Bentuk Asosiasi, Bakal Genjot Soal Ini

Harryt MR - Jumat, 23 Agustus 2024 | 19:01 WIB

AEML (Asosiasi Ekosistem Mobilitas Listrik) mencoba menggandeng ekosistem kendaraan listrik (Harryt MR - )


Otomotifnet.com -
Ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air, disatukan dalam sebuah asosiasi bernama AEML (Asosiasi Ekosistem Mobilitas Listrik).

AEML baru saja menggelar AEML Knowledge Exchange Forum (AKEF) 2024.

Yakni sebuah ajang forum diskusi lintas industri yang hadir untuk membahas isu-isu penting dalam mendorong percepatan mobilitas listrik di Indonesia.

Tema diskusi tersebut bertajuk Navigating The EV Ecosystem and Financing Innovations in Indonesia, yang dihajat di Soehanna Hall, Jakarta (22/8).

Dihadiri oleh perwakilan dari lembaga pemerintah, industri swasta, akademisi, mitra pembangunan, dan lembaga keuangan.

Terungkap fakta dari penyelenggaraan AKEF 2024, bahwa penjualan kendaraan listrik di Indonesia tumbuh signifikan dari tahun 2022 ke 2023.

Yakni, sebesar 262% untuk motor listrik, melejit dari 17.198 menjadi 62.409. Serta 43% untuk mobil listrik, meningkat dari 8.562 di 2022 menjadi 12.248 di 2023.

Hal ini dinilai sebagai potensi besar, tak hanya dilatarbelakangi oleh daya tarik kendaraan listrik dalam meminimalisir pencemaran udara, namun juga peluang penghematan dari segi bahan bakar.

Keunggulan ekonomis menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih kendaraan listrik.

Pengendara cukup mengeluarkan biaya Rp 250 per kilometer, hemat lebih dari 70% dibandingkan biaya BBM pada kendaraan konvensional, yang menghabiskan setidaknya Rp1.250 per kilometer.

Oleh karenanya, AEML mencoba menggandeng ekosistem kendaraan listrik. Diantaranya menggandeng IESR dan Grab untuk meluncurkan Infomolis.id sebagai platform edukasi publik mengenai mobilitas listrik di Indonesia.

“Sebagai rangkaian dari perhelatan Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024, hasil dari AEML Knowledge Exchange Forum juga akan menjadi masukan terhadap hasil dari ISF 2024,” papar Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

Ia melanjutkan, industri EV merupakan sektor baru yang sangat penting untuk Indonesia.

“Karena akan membawa dampak ekonomi yang masif seperti pembukaan lapangan kerja baru. Namun, kita perlu memastikan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi negeri konsumen EV tapi juga produsen, seiring dengan tren dunia yang mulai beralih ke kendaraan listrik,” sambung Rachmat.

Sementara itu, Dannif Danusaputro, Ketua Umum AEML menyebut AKEF 2024 bertujuan untuk mendorong keterlibatan lebih banyak pihak untuk transisi ke kendaraan listrik yang lebih masif.

“Transisi ke kendaraan listrik dapat menjadi salah satu langkah jitu untuk mewujudkan target pemerintah untuk mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih awal, yang nantinya akan berdampak pada penguatan solusi dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, seraya membangun masa depan berkelanjutan yang dapat meningkatkan ketahanan nasional,” bilang Dannif.

Lebih lanjut, di AKEF 2024 juga digenjot soal inovasi pembiayaan kendaraan listrik. Yakni menghadirkan dua diskusi panel dengan sejumlah pembicara kompeten dari berbagai lembaga terkemuka di dalam dan luar negeri.

Sesi pertama dengan tema “Inovasi Pembiayaan dan Strategi Investasi untuk Adopsi EV” dihadiri oleh perwakilan dari International Finance Corporation (IFC), Rocky Mountain Institute (RMI), dan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).

Kemudian sesi kedua dengan tema “Mitigasi Risiko Finansial dalam Investasi atau Pembiayaan EV” menghadirkan pembicara dari pihak AEML, perusahaan fleets-as-a-service (FaaS) KALISTA, merek kendaraan listrik lokal Electrum, PLN, dan Bank DBS Indonesia. Kedua sesi tersebut dimoderatori oleh Maynard Arif, Head of Research DBS Group.

Berdasarkan hasil diskusi dalam kedua sesi tersebut, memandang penting dukungan dari sektor pembiayaan dan perbankan, serta subsidi dan insentif pemerintah, dapat mendorong adopsi kendaraan listrik (EV) di Indonesia.

Para pembicara menekankan perlunya skema pembiayaan inovatif. Seperti leasing, obligasi hijau, penyediaan crowdfunding, buy back guarantee, dan battery as a service (BaaS), untuk meningkatkan aksesibilitas EV dan mengurangi biaya awal.

Selanjutnya, para pembicara juga mengutamakan pentingnya strategi manajemen risiko yang inovatif dan kemitraan lintas sektor untuk mengatasi tantangan dalam investasi EV, seperti infrastruktur, volatilitas biaya produksi, dan perubahan regulasi, guna menciptakan ekosistem EV yang stabil dan berkelanjutan.

“Seiring dengan kemajuan Indonesia dalam perjalanan menuju pembangunan sektor kendaraan listrik (EV), Bank DBS Indonesia memahami pentingnya tidak hanya memberikan solusi pembiayaan yang inovatif,”

“Namun juga berperan sebagai mitra tepercaya untuk mendorong dan mengadvokasikan regulasi yang mendukung pertumbuhan sektor EV,” kata Kunardy Darma Lie, Institutional Banking Director PT Bank DBS Indonesia.

Ia melanjutkan, pihaknya percaya asosiasi ini bukan ditujukan untuk sekedar meningkatkan awareness terhadap adopsi EV di Indonesia. “Tapi betul-betul akan menghasilkan kontribusi nyata atas perjalanan transisi clean transportation di Indonesia,” tutur Kunardy.