Dampaknya hal tersebut membuat calon konsumen yang menginginkan kenyamanan jaminan aftersales dari APM dapat terganggu, dan terpaksa membeli ke importir umum yang biasanya bersifat jual lepas.
Namun hal tersebut ditanggapi santai oleh Joko Trisanyoto, Direktur Marketing PT Toyota Astra Motor (TAM) pada Rabu (18/4). “Konsumen tak perlu cemas, karena dalam peraaturan tersebut yang dilarang mengimpor kendaraan secara utuh, adalah perusahaan yang terdaftar sebagai produsen,” ujarnya.
Sementara di Indonesia Toyota memiliki dua perusahaan dengan fungsi yang berbeda. Yakni, TAM yang didaftarkan dengan izin sebagai importir umum. Sedangkan yang didaftarkan sebagai produsen adalah Toyota Motor Manufacturing (TMMIN). “Jadi tidak ada masalah, jika kami mengimpor mobil secara utuh,” ungkap Joko.
Langkah yang sama juga dilakukan pabrikan mobil Korea, Hyundai yang telah memisahkan perusahaan penjualan dan produsennya. Dimana penjualan ditangani oleh PT Hyundai Mobil Indonesia, sedangkan produksi ditangani PT Hyundai Indonesia Motor.
Dirinya juga mengulas merek lain yang menjual mobil impor, seperti Ford dan Mazda. ”Ford dan Mazda juga tak perlu cemas, karena mereka mendaftarkan perusahaannya sebagai importir umum, bukan produsen. Lha, pabrik saja tak ada di Indonesia, jadi buat apa mendaftar sebagai produsen,” ulas pria ramah ini.
Peraturan pelarangan penjualan mobil impor sendiri merupakan buntut dicabutnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 39 tahun 2010 oleh Mahkamah Agung (MA).
MA telah memutuskan, pasal 2 ayat (1) juncto pasal 1 angka 3 Permendag 39/2010 tentang Ketentuan Impor Barang Jadi oleh Produsen tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MA telah mengatur untuk mencabut pasal tersebut.
Sebelumnya dalam pasar ini diatur ketentuan produsen dapat mengimpor barang jadi untuk mendorong pengembangan usahanya. Produsen disini adalah berlaku untuk semua industri termasuk industri otomotif.(mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR