Perlu diketahui, berdasarkan APBN 2014 subsidi BBM tahun ini mencapai Rp 210,73 triliun dengan kuota 48 juta kiloliter. Walaupun kuotanya sama dengan tahun lalu, pemerintah tetap tekor. Mengingat pertumbuhan kendaraan yang meningkat tiap tahun, perbedaan kurs rupiah dan melonjaknya harga minyak mentah secara global.
BPH Migas mengklaim walaupun jatahnya sama dengan tahun lalu, tetapi anggarannya justru melonjak Rp 11 triliun. Nah, transparansi terkait harga pokok produksi BBM bersubsidi ini pun dipertanyakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat yang tergabung dalam KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbal).
"Ini tentunya perlu kita sampaikan kepada pemerintah dan Pertamina sebagai bentuk gugatan atas tidak transparannya penetapan harga BBM 'Bersubsidi'. Terkesan BBM 'Bersubsidi' paling murah dibandingkan dengan harga BBM di Negara lain," tegas Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB.
Masih menurut pria yang akrab disapa Puput, jangan salah bahwa Negara lain mungkin harga BBM relatif lebih mahal tetapi kualitasnya lebih tinggi. Di Amerika Serikat misalnya harga Bensin dipatok US$ 3,9 per USG atau 98 sen per liter atau setara dengan Rp 10.750 per liter. Namun pada level harga ini, BBM-nya berkualitas kategori 4. Yakni untuk menggerakkan kendaraan berstandar Euro 5-berdasarkan Standard WWFC (World Wide Fuels Charter).
KPBB juga menemukan bahwa penetapan harga BBM 'Bersubsidi' menggunakan acuan MOPS (Mid Oil Plats Singapore). Yaitu harga rata-rata menurut MOPS ditambah dengan profit margin bagi Pertamina. Per Juni 2014 misalnya saat harga crude oil dunia pada level US$ 108/BBL, harga bensin menurut MOPS adalah Rp 8.754 per liter, yaitu bensin dengan kualitas RON 92. Dengan kadar Benzene maksimal 2,5%, kadar Aromatic maksimal 40%, kadar Olefin maksimal 20% dan kadar belerang maksimal 500 ppm atau ringkasnya bensin ini berkualitas seperti Pertamax.
Tentunya harga bensin di atas tidak adil dan un-comparable jika digunakan sebagai patokan penetapan harga Premium yang kualitasnya lebih rendah (RON 88, kadar Benzene 5%, kadar Aromatic 90%, kadar Olefin 35%). "Untuk itu, perlu dibuka transparansi kebijakan penetapan harga BBM 'Bersubsidi' karena kami menduga ada manipulasi di dalam penetapan harga BBM 'bersubsidi', di mana Pemerintah dan Pertamina menggunakan acuan harga BBM yang kualitasnya lebih tinggi yang tentu memiliki harga pokok yang berbeda," bilang Puput.
Terkait hal ini, OTOMOTIF mengkonfirmasi masalah ini kepada BPH Migas yang merupakan perpanjangan tangan Pemerintah untuk mengatur besaran subsidi BBM serta distribusinya. Hingga berita ini ditulis belum ada jawaban resmi dari pihak BPH Migas. Halo BPH Migas…? (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : |
KOMENTAR