Untuk mengatasinya, beberapa langkah tengah dan akan dilakukan, seperti pembangunan fly over Casablanca -Kampung Melayu serta Blok M -Antasari, Jakarta Selatan. Namun Ir. Udar Pristono, Kepala Dinas Perhubungan Pemprov DKI menyatakan angkutan umum tetap akan menjadi tulang punggung mengatasi kemacetan di Jakarta.
Berikut wawancara dengan Kadishub di kantornya, bilangan Tanah Abang, Jakarta Selatan, awal Februari lalu.
Kemacetan di Jakarta sudah sedemikian parah dan perlu ada terobosan untuk mengatasinya. Menurut Anda, bagaimana sebenarnya kondisi lalu lintas di ibukota?
Seperti diketahui bersama tingkat kemacetan di Jakarta memang sudah sedemikian tinggi sehingga membuat warga merasa terganggu. Terutama pada jam-jam sibuk pagi hari ketika orang menuju ke kantor dan saat pulang kerja pada sore hari. Bahkan di sebagian titik ibukota, kemacetan dirasakan hampir sepanjang siang hari.
Salah satu penyebabnya karena jumlah pemakai kendaraan pribadi dengan rasio jalan yang ada memang sangat timpang. Kenapa saya bilang pemakai kendaraan pribadi,karena mereka inilah pemberi andil kemacetan di Jakarta. Seperti kita tahu, mereka kebanyakan hanya sendirian atau ditemani sopir.
Jumlah kendaraan pribadi sebesar 6,6 juta (98,5%) melayani 44% perjalanan. Bandingkan dengan angkutan umum yang hanya 1,5% harus melayani 56% perjalanan (di antaranya 3% dilayani KA/KRL Jabodetabek). Itu data tahun 2009 dengan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta sekitar 6,7 juta unit. Sedang kebutuhan perjalanan di Jakarta mencapai 20,7 juta perjalanan per hari.
Memang kondisinya seperti apa hingga 2014 lalu lintas di Jakarta?
Rasio kendaraan dan jalan yang tidak sebanding itu bisa dideskripsikan seperti ini. Tahun 1994 luas jalan di Jakarta mencapai 5 juta meter persegi. Lalu pada 2009 mencapai 35 juta meter persegi. Bandingkan dengan pertumbuhan jalan pada tahun yang sama 1,2 juta unit (1994) namun melonjak menjadi 2,4 juta unit pada 2009.
Nah semakin ke sini, perluasan lahan untuk membangun jalan baru semakin terbatas sedangkan jumlah kendaraan terus berkembang dan susah dibatasi. Karena itu jika tidak ada upaya-upaya strategis dan simultan, pada 2014 itu luas jalan sekitar 40 juta meter persegi sedangkan pertumbuhan kendaraan mencapai 3,3 juta unit.
Sebagai informasi, setiap hari di Jakarta terjadi pertambahan 1.172 kendaraan terdiri dari 186 mobil dan 986 motor. Sedang di Jadetabek jumlah kendaraan 10,5 juta dengan pertambahan 2.249 kendaraan terdiri dari 288 mobil dan 1.960 motor setiap hari.
Langkah-langkah apakah yang dilakukan Pemprov DKI untuk mengatasi kemacetan di Jakarta?
Soal upaya yang kami lakukan untuk mengatasi kemacetan, telah dan akan terus dilakukan secara simultan seperti yang kini tengah kami kebut dengan membangun fly over Casablanca - Kampung Melayu sepanjang 2,8 kilometer serta yang lebih panjang fly over Blok M - Jl Antasari Jakarta Selatan.
Namun sebenarnya kami telah menerapkan Pola Transportasi Makro (PTM) yang dibagi tiga hal yakni Pengembangan Angkutan Umum Massal mencakup BRT/busway, MRT/subway +Kereta Api serta LRT/monorail.
Lalu kedua dengan Pembatasan Lalu Lintas mencakup pembatasan penggunaan kendaraan bermotor, Electronic Road Pricing/ERP, pembatasan parkir dan fasilitas Park & Ride. Serta ketiga Peningkatan Kapasitas Jaringan berupa ITS, pelebaran jalan/Fly Over/Under Pass, pengembangan jaringan jalan serta pedestrianisasi.
Lalu, bagaimana dengan perkembangan monorail dan MRT yang dianggap akan lebih efektif mengingat monorail tiang pancangnya sudah ada. Sedang MRT akan membawa penumpang dengan jumlah besar dengan waktu cepat?
Untuk monorail, proses itu tengah kami lakukan. Saat ini proses pembicaraan dengan investor lama untuk pengambilalihan, mengingat saat itu memang terganjal pada masalah perundangan.
Sedangkan MRT yang rencananya dari Lebak Bulus hingga Dukuh Atas segera akan dikerjakan dengan dana pinjaman dari pihak ketiga. Untuk MRT diprediksi akan rampung dan bisa dinikmati pengguna transportasi di ibukota pada 2016.
Namun kalau pengerjaan proyek pembangunan fasilitas lalu lintas seperti halnya monorail dan MRT tertunda terus, apakah tetap yakin pada 2014 ibukota tidak macet total?
Jakarta diprediksi akan macet total kalau kami tidak do something. Lah, ini kan kami terus melakukan berbagai terobosan. Pembangunan 2 ruas fly over itu dikerjakan selama 24 jam. Lalu juga kami terus melakukan sosialisasi tentang perubahan paradigm transportasi untuk mengatasi masalah lalu lintas di ibukota.
Tiga masalah yang dialami saat ini menyangkut kebutuhan transportasi terus meningkat. Pertumbuhan dan penggunaan kendaraan pribadi jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan dan penggunaan angkutan.
Serta kecukupan jaringan jalan yang tersedia di DKI Jakarta belum memadai. Dengan kondisi itu, kini angkutan umum menjadi tulang punggung karenanya perlu dukungan kebijakan untuk mewujudkannya.
Apakah itu termasuk busway yang menjadi salah salah satu andalannya?
Ya, benar sekali. Saat ini kami telah membuka hingga 10 koridor dan hingga 5 tahun ke depan akan dilengkapi menjadi 15 koridor sehingga nantinya seluruh wilayah di Jakarta akan terkoneksi dengan bus transjakarta.
Ke depan, pemilik kendaraan pribadi dipaksa akan memilih busway mengingat jalanan untuk mobil pribadi akan tetap macet sedangkan untuk busway makin lancar dan tepat waktu jika nanti seluruh elemen pendukung berjalan baik.
Berbagai upaya tengah dan akan terus dilakukan untuk memperbaiki sistem agar busway bisa menjadi andalan alat transportasi di ibukota. Misalnya secara gradual seluruh perlintasan jalur transjakarta dipasangi portal.
Saat ini sudah ada beberapa yang dipasang. Lalu, kami juga telah menyediakan fasilitas Park n Ride yang saat ini di dua lokasi bagi pengendara mobil pribadi untuk menitipkan mobilnya terus ke tempat kerja dengan busway.
Tapi, kami juga mengalami persoalan di lapangan. Kalau busway menjadi andalan, persoalan pengendara lain masih pada suka memakai jalurnya. Baik kendaraan roda empat maupun roda dua. Ini kan menjadi kontraproduktif. Makanya diminta kesadarannya untuk mematuhi aturan itu.
Lalu dari sisi konsep kendaraan, dirancang sedemikian rupa dengan dek lebih tinggi sehingga penumpang tidak turun sembarangan. Hanya di halte yang telah ditentukan. Kalau tidak didesain seperti itu, dimungkinkan penumpang bisa turun di sembarang tempat.
Dengan dioperasionalkannya koridor 9 dan 10, berdampak pada penghapusan 9 trayek bus PPD dan Mayasari Bakti. Apakah tidak dipikirkan bakal berdampak pada para sopir yang kehilangan pekerjaan?
Itu memang konsekuensi dari pemberlakuan koridor 9 dan 10 agar tidak bersinggungan trayeknya. Tapi, kami juga telah memberi jalan keluar dengan menyarankan memindahkan bus bersangkutan untuk ke trayek lain atau luar kota. Sedang para sopirnya kami tampung untuk menjadi sopir di Transjakarta. Tidak semua memang karena tentu yang sesuai dengan kualifikasi yang kami tentukan.
Ini bagian dari upaya kami untuk menyediakan transportasi umum yang nyaman dan cepat. Nanti kalau koridor berikutnya diberlakukan juga berimplikasi terhadap trayek bus umum yang bersinggungan. Tapi memang harus secara bertahap. Kalau sekaligus, bisa-bisa mereka akan beramai-ramai melakukan demo ke kantor Dishub hehehe.
Lalu bagaimana dengan rencana penerapan Electronic Road Pricing atau ERP sebagai pengganti three in one yang terbukti tidak efektif?
Iya, road pricing sebagai pengganti three in one akan segera diberlakukan. Sekarang tinggal menerapkan payung hukumnya saja. Nanti dana dari itu akan masuk kas daerah dan akan digunakan untuk kepentingan membangun fasilitas lalu lintas di ibukota. Soal apakah konsep three in one sukses apa gagal, Anda telah bisa menilainya sendiri kan.
(mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR