Jangan kaget ya, kalau pada 5-10 tahun mendatang, kebanyakan mobil yang berlalu-lalang di sini hasil racikan negeri Gajah Putih alias Thailand. Soalnya, kini banyak pabrikan yang semakin melirik negeri itu untuk dijadikan basis produksi ketimbang Indonesia yang lebih sedap untuk dijadikan pasar. Dan itu termasuk mobil hybrid...
TANGGAP
|
Coba tengok apa yang ditelurkan pemerintah Thailand dalam kebijakan di sektor otomotif. Thailand tampaknya memang punya visi yang jauh ke depan, ketimbang negara-negara tetangga lain (termasuk Indonesia) dalam bidang otomotif.
Mendekati era perdagangan bebas yang jatuh pada 2012 nanti, dimana tarif bea masuk menjadi 0% antar sesama negara ASEAN, pada 2009 nanti Thailand sudah membuat sebuah outline yang menggiurkan buat pabrikan otomotif dunia. Yaitu kebijakan Eco Car.
Kebijakan yang dibuat pemerintah Thailand itu dibuat untuk mengakomodir serta memanfaatkan situasi dunia yang sedang diguncang naik-turunnya harga minyak mentah. Situasi ini yang memaksa pabrikan otomotif untuk membuat mobil-mobil ramah lingkungan, hemat bahan bakar dan ekonomis seperti mobil hibrida, listrik atau berbahan bakar nonfosil.
Lantaran teknologi untuk pengembangannya baru dipopulerkan, maka untuk memroduksi mobil hibrida misalnya, terbilang mahal. Tak ayal, pabrikan otomotif pun berlomba mencari keringanan entah dari pajak atau hal ini, untuk menekan harga produksi kendaraan ini.
Sekali lagi, pemerintah Thailand memang terlihat lebih jeli. Mereka pun meluncurkan program Eco-Car yang isinya memberi sejumlah kemudahan dan keringanan pajak. Tentu saja, tidak dengan cuma-cuma keringanan pajak itu diberikan. Ada sejumlah syarat yang mesti dipenuhi dengan tujuan jangka panjangnya, industri otomotif Thailand semakin berkembang.
Syarat itu antara lain, mobil harus diproduksi di Thailand dengan ketentuan mobil berkapasitas mesin kecil di bawah 1.300 cc untuk bensin dan mesin diesel di bawah 1.400 cc. Selain itu, mobil yang dibuat di Thailand juga harus bisa mencapai konsumsi bahan bakar dengan perbandingan 1 liter untuk 20 km (1:20).
Standar emisi yang ditetapkan sudah mencapai standar Euro4 (saat ini memasuki di Thailand memasuki Eruo3 dan Indonesia Euro2) dengan kelengkapan keselamatan mengacu pada UNECE atau standar keselamatan yang kerap di pakai di Eropa.
Jika suatu perusahaan otomotif sudah memenuhi persyaratan itu, mereka berhak untuk mendapatkan keringan berupa pajak usaha hingga batas waktu tertentu. Selain itu, mereka pun diberi kemudahan-kemudahan lain dalam sektor kebijakan fiskal.
EKSPOR
Bambang Trisulo, Thailand Orientasi export ke negara lain |
Tentu saja, bila dilihat secara sekilas, kebijakan model begini, bakal menggerus pendapatan dari sektor keuangan. Apalagi, secara kasat mata, pemotongan pajak dilakukan di awal implementasi kebijakan. Namun, dalam jangka panjang, justru bakal menghidupkan dan mengembangkan potensi industri otomotif lebih pesat pada masa mendatang.
”Lihat saja, berapa besar kapasitas produksi yang disyaratkan untuk mendapat insentif dari program Eco-Car itu,” jelas Bambang Trisulo, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).
Maksudnya, selain ketentuan dan syarat teknis tadi, ada lagi sejumlah syarat yang harus dipenuhi pabrikan otomotif itu. Pertama diwajibkan untuk berinvestasi lebih dari 5 miliar bath (setara Rp 150 miliar). Berbentuk paket seperti perakitan mobil, mesin dan onderdil sebagai bagian dari perakitan mesin.
Dengan begitu, mau tidak mau, pabrikan akan mengembangkan hampir seluruh proses produksi di Thailand. Lantaran, industri otomotif punya kaitan besar, maka, industri ikutannya pun mau tidak mau ikut tergerak. Artinya, industri pendukung, langsung maupun tidak langsung, ’terseret’ untuk ikut serta.
Selanjutnya, pabrikan otomotif juga diwajibkan untuk memanufaktur sebagian dari kelengkapan yang ada di cylinder head dan block cylinder pada mesin yang dimaksud. Artinya, proses pembuatan mesin mobil dengan kapasitas 1.300 cc (bensin) dan 1.400 cc (diesel) juga harus dilakukan di Thailand, dengan sebagian komponennya dikerjakan di dalam negeri. Tidak didatangkan utuh dari negara asal pembuatan.
Terakhir, para pabrikan otomotif yang tertarik untuk mendapatkan insentif juga diwajibkan untuk meningkatkan kapasitas produksi setelah tahun kelima hingga mencapai lebih dari 100 ribu unit. ”Artinya, kebijakan itu juga punya orientasi ekspor,” kata Bambang lagi.
Tentu saja, orientasinya bukan cuma untuk dalam negeri Thailand. Maklum saja, negara yang penduduknya di bawah 100 juta orang itu, pasar mobilnya setahun hanya berada di kisaran 600-700 ribu unit. Alhasil, produksi yang berlimpah dari pabrikan yang beroperasi di Thailand, bakal dilempar ke negara-negara tentangga, termasuk Indonesia. ”Indonesia pasarnya kan memang besar. Sekarang saja cenderung naik terus hingga mencapai 500 ribuan unit.”
Tak salah kiranya, kalau dalam 5-10 tahun mendatang, bakal semakin banyak mobil-mobil asal Thailand menghujam Indonesia.
Penulis/Foto: Riz (Tabloid Otomotif)
Editor | : | Editor |
KOMENTAR