Apakah tambahan baterai dan motor listrik pantas untuk menambahkan label harga hingga Rp 179 juta dari versi 2.5?
Jakarta - Mendatangkan X-Trail Hybrid di Indonesia, apalagi menjadi yang kedua setelah Jepang di Asia, jadi langkah yang sangat berani untuk PT. Nissan Motor Indonesia. Sebab skema pajak berbeda, membuat harga on the road melambung tinggi. Dari segi kenyamanan, safety dan handling, tentu sudah tidak perlu dibahas lagi lantaran sama dengan X-Trail 2.5. Lantas, bagian terpenting dan ditunggu-tunggu jelas adalah konsumsinya. Penasaran? Simak review berikut ini. • (otomotifnet.com)
Instrumen Cluster
Keunikan dibandingAAAlainnya ada di takometer yang tetap tersedia, dengan power meter berukuran kecil di bawahnya. Setiap proses yang terjadi antara kedua mesin dapat dilihat di MID. Ketika mesin bensin mati, maka jarum takometer akan drop ke 0 rpm, dengan power meter mengarah ke sebelah kanan menunjukkan adanya tenaga yang dipakai untuk menghidupkan motor listrik. Saat proses charging, regenerative braking atau engine braking, jarum power meter akan bergerak ke kiri menunjukkan baterai yang sedang diisi.
Performa
Dari data performa, X-Trail Hybrid unggul dari varian 2.5 dalam waktu yang melibatkan kecepatan rendah ke sedang karena kedua mesin bekerja bersama. Misalnya waktu 0-60 km/jam, 40-80 km/jam atau kondisi overtake. Sedangkan waktu 0-100 km/jam dan 0-402 m ketika pada sebagian momen mesin bensin harus bekerja sendiri, mesin seri QR masih sedikit lebih unggul. Ingin merasakan torsi instan dari motor listriknya? Matikan traction control, kemudian tahan pedal rem sambil menginjak pedal gas hingga mesin bensin standby menyala, lalu lepas. Wheelspin berlebihan akan langsung menunjukkan bagaimana torsi 160 Nm benar-benar muncul sejak awal.
Regenerative Braking
Dari segala perubahan, ini yang paling tidak biasa. Pada kecepatan rendah, pedal rem terasa berat dan membal. Rasa kikuk yang dialami saat stop and go sangat jelas. Mungkin karena kombinasi mesin bensin yang berjalan sambil menge-charge baterai, rem regeneratif dan transmisi CVT, berkali-kali kami merasakan gejala ‘ndut-ndutan' dan rpm mesin agak tidak stabil di 1.000 - 1.100 rpm saat merangkak di kemacetan.
Kecepatan sedang dan tinggi, pedal rem terasa kosong ketika diinjak di awal dan baru mulai mengerem dengan proper setelah jarak injak yang agak dalam. Ini karena sistem menirukan resistansi pedal buatan untuk mensimulasikan rasa natural, meski nyatanya terasa sangat artifisial dan membuat kagok yang belum biasa.
Namun efeknya, saat pedal rem diinjak dalam pada kecepatan sedang hingga tinggi, jarum di power meter langsung mengarah cepat ke titik charging yang menunjukkan banyaknya energi kinetik pengereman yang diubah menjadi listrik. Sehingga panas dari rem tidak terbuang sia-sia dan proses recharging dilakukan lebih cepat.
Sensasi Mengemudi
Layaknya setiap hybrid paralel murni, tidak terdengar suara apapun selain hembusan climate control saat tombol Engine Start/Stop ditekan. Hanya MID dari layar TFT yang menyala secara interaktif menunjukkan baterai lithium-ion di belakang sudah membuat sistem ready. Masukkan tuas transmisi ke D, injak pedal gas perlahan dan mobil akan meluncur dengan sunyi. Ya, meluncur halus as in glides. Pengecualian ketika indikator baterai di MID hanya tersisa 2 atau 3 bar, mesin bensin langsung mengambil alih dengan halus.
Peredaman firewall pantas dipuji. Terlebih, ban dengan rolling resistance rendah juga membuat road noise minim hingga SUV ini perlu mengeluarkan suara beep beep saat mundur dalam EV Mode yang jadi peringatan untuk orang di sekitar. Kickdown dari diam, sensasi yang dirasakan seperti pada mesin diesel dengan VGT. Ada sekian milidetik ketika ECU terasa sedang memerintahkan mesin bensin untuk menyala secara tiba-tiba dan langsung meraung tinggi. Yes, seperti turbo lag. Loh, katanya torsi instan? Ya, tapi ECU tetap jadi lini terakhir pengaturan mesin. Sehingga meski gas ditekan pol, motor tidak dibiarkan bekerja full power sendirian, namun sambil menunggu mesin bensin aktif.
Konsumsi
Bahkan setelah kombinasi perjalanan super duper padat dan tol , kami masih mendapat konsumsi 12,1 km/l dari MID. Bahkan mode MID yang selalu menghitung konsumsi terpisah setiap kali mobil baru dinyalakan, beberapa kali mengembalikan angka di atas 14 km/liter! Bukan main untuk sebuah ukuran SUV medium. Mau konsumsi lebih baik? Pastikan sering mengangkat kaki dari pedal gas karena akan lebih sering masuk EV Mode. Soal bagaimana konsumsi varian 2.5 bisa lebih hemat ketika melaju konstan 100 km/jam, dikarenakan motor listrik lebih jarang menginterupsi ataupun bekerja bersama di kecepatan tinggi sehingga mesin 2.000 cc beraksi sendiri.
Testimoni:
Keputusan yang tepat mengankut jok baris ketiga dari segi fungsi karena membuat bagasi lebih lapang. Sayang tidak ditambahkan sunroof untuk pengendalian dibutuhkan adaptasi pengemudi
Data Spesifikasi:
Mesin: MR20DD 4-silinder segaris 1.997 cc dengan Direct Injection dan Dual CVTCS (Continous Valve Timing
Control System) dan motor listrik RM31 dengan baterai Lithium-Ion 202 Volt
Output Maksimum: Bensin 142 dk @ 6.000 rpm, Motor 40 dk
Torsi Maksimum: 207 Nm @ 4.400 rpm, Motor 160 Nm
Transmisi: Otomatis XTRONIC CVT
Dimensi (p x l x t): 4.640 mm x 1.820 mm x 1.720 mm
Wheelbase: 2.705 mm
Ground Clearance: 210 mm
Sistem kemudi: EPS (Electronic Power Steering)
Suspensi Depan: Independent MacPherson Strut dengan Stabilizer Bar
Suspensi Belakang: Independent Multi-link dengan Stabilizer Bar
Rem Depan / Belakang: Ventilated Disc / Disc dengan ABS, EBD, BA
Ukuran Ban: 225/60 R18
Kapasitas Tangki: 60 liter
Harga: Rp 625 juta on the road Jabodetabek
Data Tes:
X-Trail 2.0 2.5 Hybrid
0 - 60 km/jam: 5,2 4,5 4,1 detik
0 - 100 km/jam: 11,6 9,3 9,4 detik
40 - 80 km/jam: 4,7 3,9 3,8 detik
0 - 201 m: 11,9 11 11 detik
0 - 402 m: 14,7 16,8 17 detik
Data Konsumsi:
X-Trail 20 2.5 Hybrid
Dalam Kota: 9,3 8,5 12,1 km/liter
Luar Kota: 12,5 12,3 14,7 km/liter
Konstan 60 km/jam: - - 22,6 km/liter
Konstan 100 km/jam: 14,7 19,6 17 km/liter
Editor | : | Otomotifnet |
KOMENTAR