Jakarta - Ngeliat sekumpulan Pak Polisi di pinggir jalan, banyak pengendara panik dan cemas. Jangan-jangan, Anda mengidap penyakit Police Anxiety?
Sebelum mendiagnosa, mending kenali dulu penyebabnya. Dalam dunia psikologi dikenal yang namanya anxiety disorder, yakni penyakit mental yang menimbulkan perasaan gugup dan khawatir.
Belakangan, kata anxiety atau kecemasan mulai populer digunakan untuk menjelaskan fenomena lain seperti Low Battery Anxiety yakni kecemasan akibat baterai gadget tiris dan yang terbaru Police Anxiety, apa tuh?
Sebatas Aturan
Eitss, Police Anxiety sebenarnya bukan hasil penelitian dalam bidang psikologi, melainkan kosakata yang OTOMOTIF gunakan untuk menyebut gejala masyarakat yang takut dan cemas saat melihat polisi.
Operasi Patuh Jaya 2016 yang digelar Polda Metro Jaya sejak 16-29 Mei lalu bisa jadi gambaran bagaimana kepanikan masyarakat saat melihat polisi.
Bahkan saking paniknya, diberitakan para pengendara roda dua yang masuk busway sampai rela melakukan hal memalukan ‘berjamaah’. Seperti ramai-ramai merusak separator untuk menghindari tilangan polisi.
“Biasanya sih kalau orang takut itu karena dia punya salah ya,” tutur Aully Grashinta, psikolog sekaligus Wakil Dekan Universitas Pancasila.
Menurut Shinta yang jadi masalah ialah rasa takut itu ditempatkan pada hal yang salah.
“Level psikologis orang di Indonesia masih pada tahap aturan. Jadi kalau ada polisi baru takut. Padahal kan tujuan dari rambu, tujuan dari razia untuk keamanan,” lanjutnya.
Padahal, katanya, masyarakat seharusnya lebih mengkhawatirkan keselamatan dirinya daripada razia polisi.
Sayang pemahaman mengenai aturan berlalu lintas yang baik seperti memiliki surat izin berkendara lengkap, mengenakan helm atau menggunakan kaca spion yang benar hanya sebatas peraturan belaka tanpa diresapi maknanya.
“Kenapa sih kita harus pakai helm? Kenapa sih motor harus pakai spion? Nah, itu tuh tidak dipahami sehingga sewaktu dia melakukan kesalahan.
Dia bukan takut bahaya enggak pakai helm tapi malah takut sama polisinya. Sebenarnya itu yang salah,” jelas Shinta sapaan Aully Grashinta. • (otomotifnet.com/Indri)
Enggak Ngelanggar Aturan Tapi Masih Takut, Kenapa Ya?
Nampaknya bukan hanya mereka yang berbuat salah saja yang mengalami Police Anxiety. Yang sudah benar pun kerap mengalami hal demikian.
“Nah itu namanya komformitas psikologi, di mana orang itu berperilaku seperti apa yang dilakukan orang-orang di sekitarnya,” tutur Shinta.
Dia mencontohkan, ada fenomena di mana seseorang sudah berusaha menaati aturan namun jadi ikut melanggar karena terpengaruh banyak orang di sekitar yang bersama-sama berbuat salah.
“Itu sebenarnya karena kita di dalam kelompok akhirnya kita terikut pada situasi itu. Itu sudah jadi budaya sosial sehari-hari,” katanya.
Wanita berkacamata itu juga menambahkan, ada juga pengendara yang jadi takut polisi karena sering menerima informasi negatif tentang razia polisi yang selalu mencari kesalahan.
Padahal menurutnya, tak ada yang perlu dicemaskan jika kita sudah mengikuti peraturan. •
Mengatasi ‘Police Anxiety’ Intinya Jangan Ikut-ikutan
Shinta menuturkan, solusi terbaik untuk mengatasi Police Anxiety itu ada dua, yakni dari diri pribadi serta dari pihak aparat.
Dari pihak pribadi, setiap orang harus memahami pentingnya menguasai safety riding.
Meski tidak diajarkan secara formal, saat membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) pun setiap orang akan ditanya tentang hal tersebut.
“Tidak semua orang memahami, lo. Makanya harus ada pendidikan safety riding. Jadi kenapa sih harus pakai helm, kenapa sih spion itu tidak boleh kecil, kenapa sih begini, pasti itu semua ada alasannya,” kata Shinta.
Kedua, pihak aparat harus memastikan bahwa tidak ada oknum yang memanfaatkan operasi razia sebagai ajang mencari uang.
Selain itu, aparat juga perlu melakukan sosialisasi pada masyarakat terkait aturan berlalu lintas dan safety riding.
Sebab masyarakat yang tak memahami aturan seringkali melamelakukan hal yang secara tak sadar bakal memicu pandangan negatif razia, misalnya memberi uang kepada polisi karena ogah ditilang.
“Tapi begitu polisinya terima uang, cerita-cerita ‘wah gue dipalak nih’. Nah kan selalu begitu. Jadi polisi itu selalu jadi poin yang salah, itu anggapan masyarakat,” ujar lulusan Universitas Indonesia itu.
Terakhir, Shinta menegaskan bahwa masyarakat tak perlu cemas jika benar. Ini membentuk budaya yang benar diapresiasi dan yang salah diberi hukuman.
Menurutnya, apresiasi dan hukuman itu bakal menunjukkan perbedaan hal benar dan salah di masyarakat, sehingga hukum jadi sesuatu yang punya efek dan dampak. •
Pengakuan Mereka Yang Takut Polisi
Setiap orang punya alasan tersendiri mengapa mereka panik saat melihat polisi. Deviana (21), misalnya, pernah terpaksa menuruni rekan boncengannya di tengah jalan lantaran panik melihat polisi yang sedang mengatur lalu lintas.
Wajar saja, sebab temannya tidak mengenakan helm. Meski begitu, Devi mengaku tak panik jika memang memiliki surat berkendara lengkap dan tidak melakukan kesalahan.
“Enggak takut sih, cuma kadang kesel aja kalo yang sogokan. Bikin citra polisi jadi jelek,” tambahnya.
Uniknya, police anxiety ternyata juga bisa diamali oleh anak polisi lo. Contohnya Ika Mega (21). Perawat di RSUD wilayah Depok ini mengaku pernah punya pengalaman diberhentikan petugas meski merasa sudah lengkap.
“Dia minta kelengkapan surat. Nah, pas gue keluarin semuanya, ternyata SIM gue mati dan gue nggak tau kalau SIM gue mati. Mana lampu depan juga mati,” kenang Ika yang saat itu mengendarai motor.
Karena pengalaman itulah, terkadang Ika masih suka merasakan panik saat melihat polisi menggelar razia.
“Gue lebih takut soalnya domelin ama bapak gue kalau sampe ketilang haha,” akunya. •
Simak Beberapa Aturan Berikut
Sekarang udah tau kan penyebab timbulnya Police Anxiety? Sebelum penyakitnya makin ‘akut’, yuk obati dengan belajar berlalu lintas yang baik dan benar.
Bripka Sunardi, anggota Patroli Polsek Tambora Jakarta Barat membeberkan beberapa hal yang perlu kita ketahui terkait Operasi Patuh Jaya.
Operasi tersebut merupakan operasi gabungan yang melibatkan semua aparat, dari Polri, TNI dan lainnya.
“Operasi Patuh Jaya sebenarnya bertujuan membuat masyarakat menaati peraturan lalu lintas, mencegah terjadinya kecelakaan, serta mendidik masyarakat supaya lebih tertib dan disiplin,” ujarnya.
Operasi Patuh Jaya tak berbeda dengan razia lalu lintas yang rutin digelar kepolisian.
Berikut biaya resmi yang dikenakan kepada pelanggar lalu lintas.
Ini adalah denda maksimal yang sewaktu-waktu bisa berubah, tergantung tuntutan di persidangan. •
1. Masuk jalur busway, denda maksimal untuk roda empat dikenakan Rp 1 juta, sedangkan roda dua dikenakan denda Rp 500.000.
2. Tidak mengenakan helm atau melanggar rambu rambu lalu lintas dikenakan Rp 150.000.
3. Tidak memiliki SIM didenda maksimal Rp 500.000.
4. Tidak menggunakan spion dan lain-lain sekitar Rp 50.000.
Editor | : | Parwata |
KOMENTAR