Konstruksi full monokok dan transmisi CVT untuk mesin barunya, pilihan lebih ideal dibanding Grand New Avanza?
Jakarta - MPV boxy 7-seater kompak dengan pintu geser memang bukan segmen populer di Indonesia. Namun Toyota tentu tidak membiarkan Honda Freed melalu-lalang sendirian. Hingga Sienta, yang berhasil mencetak angka penjualan sekitar 9 ribu unit per bulannya di Jepang pun dibawa ke dalam negeri.
Dari awal diperkenalkan, Sienta membuahkan berbagai pro dan kontra. Mulai soal desainnya, tuas trasnmisi yang berpindah ke bawah dari versi aslinya, hingga adanya konfigurasi jok pintar, namun tanpa kehadiran captain seat yang selama ini lekat dengan image pesaingnya. Berbicara soal dijadikan daily driver, bagaimana rasanya hidup dengan Sienta? * Tim OTOMOTIF
Performa
Transmisi Otomatis
Transmisi tanpa gigi yang digunakan cukup mengecewakan, rasanya masih sama seperti CVT konvensional alias kurang responsif. Paling penting, jangan sering kickdown, karena hanya akan mendengarkan mesin berteriak, sementara CVT akan menahan putaran mesin di sekitar 5.000-6.000 rpm.
Meski begitu, transmisi ini sangat cocok untuk pemakaian dalam kota. Asal ‘diurut’, respons awalnya termasuk halus, namun lebih responsif dibanding 4 A/T Veloz, sangat membantu ketika harus menghadapi tanjakan dengan muatan penuh. Yang di luar dugaan dan berbeda dengan kebanyakan electronic shift lainnya, menggeser tuas transmisi ke +/- ternyata sangat mengubah karakter CVT.
Di mode ini, pengemudi bisa selalu memilih untuk mengoperasikan mesin di range optimal, yaitu di sekitar 3.000-4.000 rpm, kemudian naikkan gigi sehingga terasa seperti transmisi A/T yang sigap. Downshift juga akan menurunkan putaran mesin dengan cepat, sehingga tidak akan terasa CVT lag seperti bila kickdown di mode D. Bila saja ada paddle shift, rasanya akan perfect untuk mengoperasikan mode Sequential Shiftmatic 7-percepatan ini.
Transmisi Manual
Kalau transmisi otomatisnya lebih nikmat digunakan justru pada saat mode manual. Namun girboks manual 6 percepatan milik Sienta tipe V, hanya terasa nikmat untuk mengejar akselerasi. Tapi balik lagi, mesti diingat apakah pemiliknya memang ingin mengejar kecepatan semata?
Pedal kopling memang terasa ringan, tak bikin kaki cepat pegal. Pun begitu dengan gerakan tangan untuk pindah posisi gigi, terasa menyenangkan karena tuasnya dekat dengan setir. Alhasil, tak butuh gerakan berlebih. Namun bicara performa, sebandingkah perbedaan akselerasi 0,1 detik lebih cepat untuk menempuh jarak 402 meter dari transmisi CVT-nya, ketika Sienta jauh lebih banyak digunakan untuk rute dalam kota yang stop and go?
Memang, girboks manualnya lebih cepat 0,5 detik untuk menempuh kecepatan 60 kpj. Tapi tarikan menengahnya malah kalah dengan CVT, misal untuk mencapai kecepatan 100 kpj. Keandalan girboks manualnya baru terlihat di kecepatan tinggi, untuk menempuh jarak 201 meter dan 402 meter. Yang mencatatkan selisih 0,2 detik dan 0,1 detik.
Konsumsi
Transmisi Otomatis
Kombinasi mesin dan transmisi ini akan hemat bila dikemudikan dengan manner yang sopan, kondisi dalam kota dan jarang kickdown. Buktinya, lihat saja di hasil pada kecepaatan konstan 60 km/jam, mencapai 24,5 km/liter. Sayangnya, improvement di kecepatan tinggi kurang signifikan. Meski berlari di kecepatan 100 km/jam kini hanya tersangkut di 2.000 rpm, dibandingkan pada Grand New Veloz yang masih di 3.000 rpm, konsumsinya justru lebih boros 0,1 km/liter.
Transmisi Manual
Nah, hasil agak janggal terlihat pada varian bertransmisi manualnya. Kalau untuk pengukuran di rute dalam kota atau luar kota, pasti sangat tergantung pada injakan kaki pengemudi. Namun ini terjadi pada pengukuran di kecepatan konstan. Cruising pada saat jarum spidometer di angka 100 kpj, mesin Sienta tipe V harus meraung hingga jarum tachometer di angka 3.000 rpm. Makanya, hasilnya pun selisih jauh dengan varian bertransmisi CVT-nya, hanya berhasil mencatatkan angka 14,5 km untuk 1 liter bahan bakar.
Pun begitu ketika dicoba pada kecepatan yang sangat ekonomis, yakni pada 60 kpj. Transmisi dengan perbandingan gigi akhir 5,698 ini hanya berhasil membukukan angka konsumsi 1:21,1 (liter per km). Bedanya lumayan dengan varian bertransmisi CVT, yang punya selisih hingga 3,4 km untuk tiap liter Pertamax yang dipakai.
Handling & Kenyamanan
Menjaga agar rasa menikungnya masih terjaga meski ground clearance dinaikkan hingga 170 cm dari versi Jepang, Toyota Indonesia perlu membuat konfigurasi suspensi Sienta lebih keras. Hal itu jelas terasa, apalagi dengan pelek 16 inci pada varian V dan Q dan tanpa penumpang tambahan.
Meski agak kasar, bantingannya jauh lebih lembut dan cocok untuk dalam kota dibanding Grand New Veloz, sehingga jauh lebih ramah untuk penghuni kabin. Namun hal ini jelas terbayarkan ketika mulai masuk kecepatan tinggi jalan raya, karena Sienta cukup stabil dan sama sekali tidak memiliki limbung berkat sasis monokoknya.
Kami pun cukup memuji posisi duduk pengemudi yang ekstrarendah, sehingga sangat meminimalisir efek body roll di depan. Beda cerita untuk penumpang baris kedua, yang sayangnya sama sekali tidak mendapatkan arm rest, baik di tengah jok maupun di door trim, sehingga tangan terasa menggantung.
Feel EPS yang digunakan tidak buruk untuk sebuah Toyota, tidak terlalu ringan sehingga memutar setir masih terasa mantap dan tetap sedikit ada sense of handling. Efek buruknya? Radius putar 5,3 meter termasuk terlalu besar untuk mobil 7-seater yang dianggap kompak ini. Paling tidak, penumpang di baris ketiga tetap akan mendapat tempat duduk yang pantas, karena jok di baris kedua dapat diatur slide dan recline-nya, sehingga bisa berbagi leg room yang adil.
Fitur
Dibanderol Rp 295 juta (tipe Q CVT) danRp 257 juta (tipe V M/T) dengan 7 kursi, Sienta terasa jadi pilihan lebih masuk akal dibanding Yaris. Mulai dari smart key dan passive keyless entry, MID dengan layar TFT yang menyediakan segudang informasi, VSC, auto climate control hingga lampu Bi-LED dengan auto levelling sudah jadi standar yang bisa disebut fitur mewah.
Bonusnya, pengaturan audio yang sangat komplit, mulai dari EQ, posisi duduk optimal dan virtual sound, semua direproduksi cukup baik dari 6 speakernya. Jangan lupa, kedua pintu geser elektrik juga sudah bisa dikontrol dari remot.
Data Spesifikasi:
Mesin: 2NR-FE, 4-silinder segaris dengan DOHC dan Dual VVT-i
Kapasitas: 1.496 cc
Rasio Kompresi: 11,5 : 1
Layout Mesin: Mesin Depan Penggerak Depan
Tenaga Maksimum: 105 dk @ 6.000 rpm
Torsi Maksimum: 140 Nm @ rpm
Transmisi: CVT dengan Sport Sequential Shiftmatic 7-percepatan (Otomatis) atau Manual 6 Percepatan
Dimensi (p x l x t): 4.235 mm x 1.695 mm x 1.695 mm
Wheelbase: 2.750 mm
Radius Putar: 5,3 m
Ground Clearance: 170 mm
Sistem kemudi: Electronic Power Steering
Suspensi Depan: MacPherson Strut dengan Coil Spring dan Stabilizer
Suspensi Belakang: Torsion Beam dengan Coil Spring dan Stabilizer
Rem Depan/Belakang: Cakram Berventilasi/Cakram dengan ABS, EBD dan BA
Ban: Bridgestone Turanza ER33, 195/55 R16
Kapasitas Tangki: 42 liter
Berat: 1.320 kg
Harga:
Tipe Q A/T, Rp 295.000.000 (on the road Jakarta)
Tipe V M/T, Rp 257.000.000 (on the road Jakarta)
Data Tes
Akselerasi Q A/T V M/T
0 – 60 km/jam: 5,6 detik 5,1 detik
0 – 100 km/jam: 11,9 detik 12,1 detik
40 – 80 km/jam: 4,8 detik 5,6 detik
0 – 201 m: 12,1 detik 11,9 detik
0 – 402 m: 18,5 detik 18,4 detik
Konsumsi: Q A/T V M/T
Dalam Kota: 10,9 km/liter 10,5 km/liter
Luar Kota: 15,6 km/liter 12,5 km/liter
Konstan 60 km/jam: 24,5 km/liter @ 1.250 rpm 21,1 km/liter @ 2.000 rpm
Konstan 100 km/jam: 16 km/liter @ 2.000 rpm 14,5 km/liter @ 3.000 rpm
Pesaing:
Honda Freed E
Mesin: L15, 1.497 cc dengan i-VTEC, DBW dan TBR
Tenaga/Torsi: 116 dk / 146 Nm
Transmisi: Otomatis 5-percepatan
Harga: Rp 294.300.000 (on the road Jabodetabek)
Editor | : | Parwata |
KOMENTAR