"Jadi jika pebalap Yamaha merasa bahwa motor mereka bisa lebih cepat dari itu, mereka akan terus meminta teknisi untuk mengatur strategi dengan tepat untuk melepaskan potensi penuh dari motor," tutur Cecchinelli.
Mantan petinggi Ducati Corse itu menambahkan untuk menemukan kalibrasi ECU yang tepat, para pabrikan harus melakukan perhitungan dan uji coba.
"Anda tidak bisa menghitung semuanya di markas. Karena ketika anda datang ke trek balap sesungguhnya anda menemui beberapa debu di lintasan, suhu tertentu, jenis ban tertentu, dan faktor lainnya," kata Corrado Cecchinelli.
Terkadang, untuk mengatasi masalah tersebut, para pabrikan mengembangkan interface tool untuk mendapatkan banyak data terkait sekaligus.
"Semua pabrikan mengembangkan semacam interface tool. Sehingga lebih mudah bagi mereka untuk menggunakan dan menghasilkan kalibrasi dalam bahasa perangkat lunak," tutur Cecchinelli.
Jika melihat dari cara kerja perangkat elektonik tersebut, ini seperti 'pisau bermata dua' karena dapat membantu sekaligus membatasi performa motor.
(BACA JUGA: Kesal Dengan Ulah Kendaraan Lawan Arah, Polisi India Pakai Alat Ini, Indoneisa?)
Solusi yang mungkin bisa menjadi satu-satunya pilihan bagi Yamaha adalah mendatangkan insinyur elektronika yang memiliki pengalaman terhadap ECU keluaran Magneti Marelli.
Hal itu yang sudah dilakukan oleh Honda dengan merekrut Filippo Tosi yang pernah bekerja di Magneti Marelli dan Ducati.
Sebagai catatan, Yamaha sudah tidak merasakan kemenangan selama 14 balapan terakhir.
Terakhir kali pabrikan berlogo garpu tala itu memenangkan balapan yakni saat Valentino Rossi finis tercepat pada MotoGP Belanda 2017.
Editor | : | Indra Aditya |
KOMENTAR