Otomotifnet.com – Setelah absen selama sekitar 10 tahun, gelaran Asia Pacific Rally Championship (APRC) kembali ke Indonesia.
Bersamaan dengan APRC bersamaan juga dengan kejuaraan nasional putaran 1 dan 2.
Event ini digelar di perkebunan sawit PT London Sumatera (Lonsum) Rambong Sialang, Serdang Bedagai, Medan, Sumut (26-28/7).
Gelaran ini sudah jauh hari dipersiapkan oleh panitia, Pengprov IMI Sumut, PP IMI dan lainnya. Menelan biaya yang tidak sedikit.
(Baca Juga: Majesty 125, 'Kakak' Yamaha NMAX, Sempat Jadi Rebutan Anak Muda Berduit, Nasibmu Kini)
Jumlah pesertanya mencapai 62 starter. Memang belum menjadi yang terbanyak.
Karena saat kejurnas di Medan beberapa tahun lalu sempat mencapai 67 peserta. Meski demikian, jumlah ini patut diapresiasi.
Nama atau titel APRC pada reli dianggap menjadi magnet yang bisa mendatangkan banyak peserta.
Selain jumlah peserta banyak, penyelenggaraan Rally of Indonesia itu juga sangat rapi.
Ada beberapa catatan terkait dengan reli tersebut.
PESERTA APRC SEDIKIT
Secara total, peserta memang banyak. Namun, untuk yang benar-benar ‘bermain’ di kelas APRC tercatat hanya 5 peserta saja. Sebanyak 4 pereli asal Indonesia dan 1 dari Italia.
Padahal cukup banyak peserta asal Indonesia yang punya mobil dengan mesin turbo.
Bisa jadi hal ini dikarenakan beberapa peserta Indonesia baru ‘mengintip’ saja sebelum memutuskan untuk ikut APRC.
Selain itu juga karena memang mereka tidak punya rencana untuk ikut pada ajang APRC di negara lain.
Selain itu, bisa disebabkan juga membangun mobil menjadi spesifikasi APRC cukup mahal.
MEMBANGUN MOBIL MAHAL
Untuk bisa ikut APRC tentu harus mengikuti regulasi safety dari pihak APRC.
Mungkin ada yang beranggapan, “Kan sudah sesuai untuk standar kejurnas.” Eits, ini sangat berbeda sooobbbb.
Untuk ikut APRC, semua harus berlisensi FIA Approved dan tidak boleh expired. Bahkan jika sudah standar kejurnas sekalipun tetap harus ikut aturan APRC.
Mau tahu mahalnya ‘dandanin’ mobil supaya sesuai regulasi APRC? Pereli yang menggunakan Mitsubishi Lancer Evolution X merogoh kocek sampai kira-kira Rp 200 juta lagi.
Padahal untuk kejurnas, semua sudah lolos.
Peserta lainnya menyebut harus keluar sekitar Rp 150-175 juta supaya sesuai regulasi APRC.
Mahalnya dimana? Tangki bensin wajib standar FIA, pemadam kebakaran wajib ada yang pakai sistem tombol, jok, safetybelt dan lainnya.
Ingat, itu baru untuk mobilnya ya. Untuk driver dan co-driver beda lagi. Helm, sarung tangan, baju balap dan sepatu balap semua wajib FIA.
Untuk itu semua, perorang (driver atau co-driver) keluar uang lagi sekitar Rp 40-50 juta.
BELI ATAU BANGUN?
Jika tetap ingin ikut APRC, sangat disarankan untuk beli ‘jadi’ saja mobil-mobil spesifikasi AP4, yang sudah pasti lolos homologasi APRC.
Dengan membangun mobil dari awal, sebut saja Subaru atau Lancer Evo X, akan dibutuhkan dana sekitar Rp 2,7-2,8 milyar. Sedangkan jika beli ‘jadi’ sekitar Rp 3-3,2 milyar.
Kalau ada yang bilang beli mobil ‘jadi’ lebih mahal, memang iya secara angka. Tapi, mobil-mobil ini benar-benar dibangun untuk reli dan terbukti kuat.
PENONTON
Rambong Sialang bisa disebut sebagai daerah wisata reli. Sebab nyaris setiap penonton hafal para pereli yang melintas.
Beberapa menanyakan siapa saja yang ikutan. Bahkan ketika pereli pujaan lewat, langsung meneriakkan namanya.
Penonton juga tidak malu-malu untuk minta foto bersama pereli saat mereka berkunjung ke paddock. Tua muda, laki-laki perempuan, semua sama saja.
Sayangnya, tingkah polah penonton kerap kali mengundang bahaya. Bukan saja bagi penonton itu sendiri, tapi juga pereli.
Kerap kali mereka menonton atau justru memarkirkan kendaraannya, tepat di ujung lintasan. Alasan mereka, toh mobil reli itu juga akan belok.
Mereka tidak mengerti dan kurang paham kalau bisa mobil reli itu nyelonong dan menabrak mereka.
Sayangnya, diantara kerumuman itu, banyak juga ibu-ibu yang menggendong anaknya. Berdiri tepat di ujung lintasan. Sangat berbahaya.
Beberapa pereli menyebut, kalau titik itu sangat bahaya dan membuat mereka enggan ambil resiko. Sehingga sering mengurangi kecepatan dari yang semestinya.
Belum lagi berdiri tepat di pinggir lintasan tepat tempat mendarat mobil setelah jumping.
Mereka tidak paham kalau mobil sedang ‘terbang’, tak ada yang bisa dilakukan oleh driver.
Tingkah lainnya, yakni dengan menyiram lintasan dengan air bahkan oli. Sehingga menjadi sangat licin.
Maksudnya, membuat mobil terperosok, sehingga peserta meminta bantuan penduduk untuk mendorong atau mengangkat mobil, mengembalikan ke lintasan.
Ujung-ujungnya sudah bisa ditebak, yakni meminta duit. Untuk bantuan ini, pereli akan ‘ditagih’ mulai dari Rp 150 ribuan hingga mencapai Rp 500 ribuan.
PANITIA
Untuk urusan ulah penonton, pihak panitia sebenarnya sudah bekerja dengan sangat baik.
Menempatkan banyak marshall di tiap tikungan yang ramai penonton, bahkan juga penjagaan dari pihak TNI.
Bukan itu saja, panitia juga sudah menyebarkan selebaran mengenai lokasi nonton yang aman kepada para penonton.
Alih-alih dibaca dan dipahami, oleh penonton justru dijadikan alas duduk.
Upaya lainnya, dengan membatasi ruang tonton dengan pita berwarna merah dan putih. Namun, memang penonton sangat sulit diatur.
Sementara untuk penonton yang menyiramkan air, panitia juga sudah melakukan antisipasi.
Sayangnya, lokasi penyiraman biasanya di titik yang tidak terpantau marshall.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR