Otomotifnet.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sempat bikin heboh dengan usulan penghapusan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan menggantinya dengan biaya tambahan saat mengisi BBM.
YLKI mengklaim, penghapusan Pajak Kendaraan Bermotor dengan biaya tambahan untuk dana preservasi jalan saat mengisi BBM adalah skema pajak yang lebih adil bagi konsumen.
“Penghapusan Pajak Kendaraan Bermotor ini lebih adil, karena semakin banyak mengonsumsi BBM maka akan membayar dana preservasi jalan yang semakin besar juga,” ujar Sudaryatmo, Pengurus Harian YLKI (14/6/2022).
Menurut Sudaryatmo, Kalau skema pajak kendaraan yang sekarang kan mobil dipakai setiap hari atau seminggu sekali pajaknya tetap sama.
"Jadi konteksnya sebetulnya ke situ,” imbuhnya.
Sudaryatmo mengatakan, pihaknya memang belum merumuskan berapa pertambahan nilai yang akan disebabkan oleh dana preservasi jalan tadi terhadap harga BBM.
Karena persentasenya harus disesuaikan dengan kebutuhan perbaikan jalan oleh pemerintah baik itu dari pemerintah nasional hingga kabupaten.
“Prinsipnya sesuai dengan kebutuhan (perbaikan) jalan, tapi memang belum ada angkanya (dari YLKI),” kata Sudaryatmo.
“Kalau di luar negeri sendiri, kebanyakan dari apa yang dibayar konsumen itu pajaknya malah lebih besar ketimbang harga BBM-nya sendiri,” jelasnya.
Sebagai contoh, anggap saja harga Pertamax setelah dikenakan biaya tambahan untuk dana preservasi jalan adalah Rp 15.000 per liter dan A di Jakarta memiliki Toyota Veloz Q CVT TSS 2021 dengan PKB Rp 4,767 juta.
Jika setiap hari ia harus mengisi Pertamax sebanyak 10 liter, maka pengeluaran perbulan A untuk BBM menggunakan harga standar Rp 12.500 adalah sebesar Rp 3,75 juta.
Sementara menggunakan harga yang ditambah dana preservasi jalan, pengeluarannya bertambah menjadi Rp 4,5 juta yang berarti selisih Rp 750 ribu per bulannya.
Dikalikan 12, selisih tersebut menjadi Rp 9 juta yang berarti pemerintah daerah DKI Jakarta masih untung nyaris dua kali lipat pun kalau PKB sebesar Rp 4,767 juta dihapus.
Itu dengan tambahan nilai yang cukup konservatif, jika pertambahan karena dana preservasi jalan tadi benar bisa lebih besar dari harga pokok BBM-nya, mungkin selisihnya akan lebih tinggi.
Perlu diingat, angka tersebut berdasarkan asumsi A harus menggunakan dan mengisi BBM mobilnya setiap hari.
Jika A tidak perlu menggunakan mobilnya setiap hari dan konsumsi BBM-nya berkurang, biaya tambahannya pun akan ikut menyusut.
Terlepas dari itu, Sudaryatmo mengatakan bahwa penambahan dana preservasi jalan menjadi penting.
Karena saat ini, ia mengklaim bahwa pemerintah hanya bisa memenuhi 30 persen dari kebutuhan pemeliharaan jalan yang ada.
“Sehingga tidak aneh kalau banyak jalan berlubang karena memang dana pemeliharaannya kurang,” ujar Sudaryatmo.
“Dengan road fund tadi, APBN itu khusus untuk pembangunan jalan baru karena dana preservasi itu ya dari BBM tadi,” imbuhnya.
Hasil pemasukan dana preservasi jalan tadi akan dikumpulkan, sebelum dibagi berdasarkan kebutuhan pemeliharaan jalan.
“Kalau itu jalan negara diserahkan ke pemerintah pusat, kalau jalan provinsi ke pemprov, kalau jalan kabupaten ke kabupaten,” ucap Sudaryatmo.
Hanya saja, ia belum bisa memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai teknis distribusi dana-nya nanti akan seperti apa.
Apakah akan dikumpulkan terlebih dahulu ke pemerintah pusat, atau diambil terlebih dulu sesuai kebutuhan oleh pemerintah setempat sebelum diteruskan ke atas.
“Ini soal kelembagaan, tapi dana itu dialokasikan sesuai dengan kebutuhan dana pemeliharaan sesuai dengan kelas jalan,” tutup Sudaryatmo.
Sebagai informasi tambahan, usulan ini disampaikan YLKI kepada Komisi V DPR yang sedang melaksanakan penyusunan pembahasan Revisi UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dana preservasi jalan sendiri merujuk pada UU LLAJ ialah dana khusus yang digunakan untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi dan rekonstruksi jalan secara berkelanjutan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Dengan peralihan ke pembelian BBM, YLKI berharap pengelolaan dana preservasi jalan akan lebih maksimal.
Pemerintah juga diharapkan dapat mengendalikan tingginya konsumsi masyarakat terhadap BBM karena harga yang lebih tinggi.
Sehinga berkurangnya konsumsi BBM secara langsung akan menekan tingkat pencemaran yang disebabkan kendaraan.
Baca Juga: Bakal Mirip Rokok, BBM Sampai Ban Karet Segerai Dikenai Cukai
Editor | : | Panji Nugraha |
Sumber | : | GridOto.com |
KOMENTAR