Selain itu, harganya pun lebih ekonomis yakni baterai sodium-ion lebih murah 30 hingga 40 persen dibanding baterai lithium-ion.
Untuk proses pembuatan elektrolit baterai tersebut terbilang sederhana.
Garam sodium dan aluminium dilarutkan dengan sebuah zat pelarut (solvent) untuk kemudian dicampur dengan polimer.
"Polimer yang digunakan oleh tim merupakan polimer alami dari alam," bebernya.
"Sifatnya tidak beracun dan memiliki gugus pasangan elektron bebas yang dapat dijadikan elektrolit polimer dengan nilai konduktivitas ion yang cukup baik," ucap Sylvia.
Untuk melengkapi polimer tersebut, Sylvia melanjutkan juga menambahkan fly ash atau abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran limbah dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
"Fly ash ini berfungsi sebagai filler yang dapat meningkatkan konduktivitas polimer," urainya.
"Pemanfaatan limbah dan garam yang murah ini, diharapkan dapat mengurangi biaya pembuatan baterai serta memperluas aplikasi baterai," tandasnya.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR