Untuk membuat mobil dalam skala industri, tentunya tak asal. Tidak hanya soal line produksi, tetapi perlu dipikirkan dari hulu hingga hilir.
Jakarta - Esemka Solo disebut-sebut membutuhkan dana Rp 100 miliar untuk menjadi produk massal. Nilai tersebut disanggupi oleh PT Garansindo Inter Global (GIG), yang kemudian tertarik untuk ber-investasi.
Lantas apakah dana Rp 100 miliar cukup? Seperti diketahui dana segitu terbilang cukup kecil dalam cakupan industri mobil. Sebab harus diperhitungkan pula soal riset serta pengembangan dan juga layanan aftersales.
“Intinya bukan soal nominalnya, kita ada niatan untuk berkerjasama. Bisa saja pihak Esemka punya dana, kita tinggal menambahkan. Terlebih Esemka Solo merupakan yayasan, itulah salah satunya mengapa kita tertarik,” terang Muhammad Al Abdulah, CEO GIG.
Jumlah Rp 100 miliar merupakan investasi awal, bisa saja jika variabel keuntungan terpenuhi maka PT GIG tak segan untuk menambah nilai investasi. “Kita sudah bikin statement, investasi jangka panjang produksi mobil nasional. Itu spirit-nya Garansindo, kemudian ada isu Esemka, kita mau terlibat,” tegas pria yang biasa disapa Memet.
Tentu saja inisiatif untuk mengembangkan mobil nasional ini cukup mulia. Memet berpandangan, semestinya jangan dilihat dari sisi yang sempit bahwa langkah ini hanya sebagai mencari keuntungan bagi perusahaannya.
“Mungkin masih banyak juga perusahaan otomotif yang tertarik. Kita menganggap ini sebagai kepentingan bersama. Kita harus punya mobil produksi sendiri. Kita bisa mencontoh Pemerintah Tiongkok yang memberikan dukungan pada industri mobil nasionalnya,” lanjut Memet.
Masih menurut Memet, berkaca dari situ semestinya Pemerintah bisa ikut andil dengan melibatkan pihak swasta sebagai salah satu penyokong industri mobil nasional. “Kita tidak meminta perlakuan khusus, jangan sampai kita kena sanksi WTO (World Trade Organization). Tapi paling tidak beri dukungan agar bisa bersaing,” tuturnya lagi. (otomotifnet.com)