Mungkin juga karena momok turbocharger pada mesin diesel yang kerap macet dan membuat mesin mogok. “Kalau mau jujur, penyebabnya bukan karena solar bersubsidi melainkan karena oli mesin yang tidak sesuai,” jelas Arry Budi Wibowo, entrepreneur yang lebih banyak menghabiskan waktunya di 806 HDi ketimbang di kantor.
Tetapi lain dulu, lain sekarang. Setelah klub 806 semakin eksis dan bernaung di Jakarta Peugeot Club serta banyak diperbincangkan di forum online, orang berangsur menoleh ke 806 sebagai MPV diesel dream car back to 90s (Diesel BT90s).
Layaknya sebuah kendaraan minibus mewah pada era '90-an, Peugeot 806 juga menawarkan segudang fitur layaknya hotel papan atas. Tak heran bila 806 dengan pasaran Rp 100 jutaan (1999-2000) ini mulai menjadi incaran keluarga muda.
Bagi mereka, 806 ibarat rumah kedua karena kenyamanan kelas wahid dan kabin ekstralapang untuk membawa segala perabotan lenong. Tak hanya itu, mesin diesel common rail dengan turbocharger yang diusung cukup powerful tanpa banyak kendala teknis.
Terbukti dari cerita mereka saat touring Jakarta-Bali atau rencana touring Jakarta-Yogya pada minggu ini. “Untuk jalan keluar kota, fuel consumption bisa mencapai 15-19 km/liter,” jelas Anton yang juga pengusaha bergerak di bidang IT ini.
Fitur mewah yang ditawarkan pabrikan mobil asal Prancis ini antara lain leather set yang bisa diputar 360 derajat, 8 jok ala captain seat, multi console dan laci, kisi AC individual sampai ke tempat duduk belakang, kabin bagasi luas, roof rail optional untuk membawa roof box.
“Banyak yang menganggap Peugeot 806 masih terbilang mahal dan susah dipelihara ketimbang MPV non-Jepang lainnya, padahal kalau mau di-breakdown sebenarnya tidak juga,” papar Arry yang memang fanatik Peugeot. (mobil.otomotifnet.com)