Banyak pejabat terkait yang hanya sekadar melempar wacana kewajiban penggunaan bahan bakar non subsidi pada para pemilik LCGC. Bola panas yang terus bergulir tanpa berkesudahan
Jakarta - Melihat pemberitaan di berbagai media soal melonjaknya pemakaian bahan bakar bersubsidi yang justru dipakai oleh para pemilik mobil murah atau LCGC (Low Cost Green Car) justru menimbulkan tanda tanya besar. Apakah memang dampak kebijakan melepas LCGC sudah diperhitungkan dengan matang oleh pemerintah yang akan segera berakhir ini?Sejumlah senyuman pesimis ditunjukkan pada pemerintah yang seakan-akan melempar bola panas itu langsung ke pemilik kendaraan murah yang ramah lingkungan tersebut. Coba lihat kutipan dari Kontan terbitan 3 April 2014, bahwa Menteri Kordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan seharusnya pemilik LCGC tidak menggunakan BBM bersubsidi karena sudah diberikan berbagai insentif. Sayangnya, sekadar imbauan dari salah satu calon Presiden itu dianggap angin lalu saja oleh masyarakat. Alasannya hanya satu; harga premium jelas lebih murah!
Baru dibahas
Kementerian Perindustrian selaku bagian pembuat regulasi dari pemerintah mengatakan masih membahas soal teknis dan petunjuk pelaksanaan aturan pelarangan penggunaan BBM subsidi untuk mobil LCGC. “Saat ini tengah dibahas, termasuk soal wacana membuat nosel di SPBU dengan spesifikasi khusus, sehingga hanya bisa digunakan pada LCGC. Kami masih mencari jalan terbaik untuk masalah ini,” terang Budi Darmadi, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian.
APM sudah memberikan anjuran untuk tidak menggunakan BBM non subsidi
Namun, anggapan bahwa populasi mobil LCGC menghabiskan kuota BBM subsidi dibantah sendiri oleh Budi. “Mobil murah baru menyerap pasar sekitar satu persen dari total pasar mobil nasional sehingga belum mempengaruhi volume pemakaian BBM bersubsidi. Kalaupun tumbuh, paling besar hanya 15 persen,” lanjut Budi, ketika ditemui di peresmian gudang salah satu APM yang berlokasi di Cibitung, Bekasi, Jabar.
Lubang tangki Ayla (kanan) lebih kecil dibanding Avanza (kiri)
Sementara itu Ali Mundakir selaku VP Corporate Communication PT Pertamina Persero ikut urun rembuk soal bola panas yang semakin memanas ini. “Setiap aturan harus ada landasan hukumnya,” ujar Ali. Menurutnya, aturan yang melarang saat ini adalah Peraturan Menteri (Permen) ESDM, No. 01, Tahun 2013, tentang pengendalian penggunaan BBM jenis premium dan solar untuk kendaraan dinas, kendaraan sektor kehutanan serta sektor transportasi laut. “Tetapi tidak mengatur secara spesifik penggunaan BBM subsidi untuk kendaraan pribadi apalagi mobil LCGC,” bilangnya.
“Saat ini tengah dibahas, termasuk soal wacana membuat nosel di SPBU dengan spesifikasi khusus, sehingga hanya bisa digunakan pada mobil LCGC. Kami masih mencari jalan terbaik untuk masalah ini.” Budi Darmadi
Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian
Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian
“Kalau dilarang ya harus ada dasar hukum yang jelas lah. Peraturan ini semestinya dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini lintas Kementerian. Pertamina hanya berperan sebagai penyedia dan pendistribusi BBM kepada masyarakat. Jika aturan ini diberlakukan maka Pertamina siap melakukan langkah-langkah sesuai instruksi Pemerintah,” tegas Ali, ketika dihubungi via telepon selular (15/4).
Sementara itu Davy J. Tuilan, 4W Marketing & DND Director PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), APM Suzuki yang menghadirkan Karimun Wagon R sebagai salah satu LCGC juga ikut berkomentar. “Kalau aturan ini diberlakukan, kami ikut saja. Hal ini sebagai bentuk dukungan dari Agen Pemegang Merek (APM).” (mobil.otomotifnet.com)