Jakarta - Fenomena mobil murah, sedari awal menjadi harapan masyarakat Indonesia agar bisa mencicipi kendaraan beratap, sehingga setidaknya tidak kehujanan dan kepanasan. Apalagi selama ini harga-harga mobil semakin mahal.
Mobil murah juga jadi harapan pemerintah. DDengan program Low Cost Green Car (LCGC), kehadiran mobil murah diharapkan bisa mengembangkan industri otomotif dalam negeri, termasuk industri komponennya. Dan yang paling penting, terjadi kemandirian di bidang otomotif!
Maka, hadirlah Toyota Agya, Daihatsu Ayla, Suzuki Karimun Wagon R, Honda Brio Satya dan sebentar lagi ada Datsun GO. Masyarakat pun dibuat eforia, terlihat dengan pertumbuhan penjualan yang terus meningkat. Bahkan, pada daftar 10 mobil terlaris, salah satu mobil murah masuk peringkat tiga besar.
Namun, memasuki tahun kedua kelahirannya, eforia tersebut perlahan mulai meredup. Salah satu pemicunya, adanya wacana soal penggunaan BBM subsidi yang justru semakin membengkak setelah kehadiran mobil murah.
Namanya mobil murah, para pembelinya pun pastilah tak berharap untuk menggunakan BBM sekelas Pertamax (Ron 92) sebagai bahan bakar harian untuk mobil murahnya. Meskipun pabrikan dan pemerintah selalu merekomendasikan mobil murah untuk menggunakan bahan bakar dengan RON minimal 92.
Tapi lagi-lagi, semua itu hanya himbauan dan anjuran dan rekomendasi! Tidak ada sanksi apapun seandainya dilanggar. Hasilnya, siapa yang mau punya mobil dengan harga jual Rp 100 jutaan, tapi harus mengisi bahan bakar yang seliternya bisa mencapai harga Rp 10 ribuan? Sementara masih ada bahan bakar seharga Rp 6.500 seliter.
Belum selesai masalah BBM subsidi, hadir lagi wacana baru di awal tahun. Yakni inflasi. Dimana para pabrikan mau tidak mau harus segera menyesuaikan harga jual mobil murah agar secara ekonomi tidak merugikan mereka yang sudah menanam modal besar untuk menghadirkan mobil murah.
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar, ditambah angka inflasi, serta kenaikan biaya balik nama, membuat beberapa pabrikan peserta LCGC harus merevisi harga jual mobil murahnya. Kenaikan harga pun terjadi, memang tidak besar, sekitar Rp 450 ribu sampai Rp 2 jutaan.
Tapi, efeknya terhadap masyarakat yang bermimpi punya mobil, mungkin tidak ringan. Mereka pernah diberi harapan akan ditawarkan mobil dengan kisaran harga dibawah Rp 100 jutaan. Kenyataan yang terjadi, harga mobil murah terus meningkat diatas Rp 100 jutaan (meskipun dengan dalih penambahan fitur dan teknologi).
Jika mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian No.33/M IND/PER/7/2013 yang mengatur tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau, telah ditentukan ambang batas harga mobil LCGC, yaitu maksimal Rp95 juta off the road, sesuai dengan lokasi kantor pusat agen tunggal pemegang merek (ATPM).
Tapi, harga itu masih bisa berubah atau naik sebesar 10 persen jika ditambahkan teknologi pengamanan penumpang, dan bisa naik 15 persen jika ditambahkan teknologi transmisi otomatis, dan jika ditambah kedua fitur tersebut bisa naik menjadi 25 persen.
Toyota melakukan langkah menaikkan harga Agya. Alasannya penyesuaian nilai tukar dan inflasi. Hasilnya, Toyota Agya naik harga sekitar Rp 500 ribuan.
"Kenaikan harga mobil murahnya ini lebih disebabkan karena adanya kenaikan Bea Balik Nama (BBN) di setiap daerahnya," ujar Direktur Pemasaran Toyota Astra Motor, Rahmat Samulo.
Bahkan, Suzuki sampai dua kali menaikkan harga Karimun Wagon R sejak mobil murah ini diluncurkan. Pertama, di Januari 2014 naik Rp 1,5 jutaan, dan terakhir April 2014 ini, naik lagi sebesar 1 persen.
Sementara Daihatsu Ayla, serta Honda Brio Satya, sampai saat ini masih berusaha keras mempertahankan harga jual agar tak mengalami kenaikan. Tapi, cepat atau lambat, kenaikan harga akan terjadi kalau tidak mau proses produksi jadi terganggu.
Sehingga, saat ini, hanya Daihatsu Ayla (Tipe D M/T Rp 76,5 juta) dan Suzuki Karimun Wagon R (Tipe GA Rp 80.200.000) yang harga jualnya masih dibawah Rp 100 jutaan. Ini pun keduanya tanpa fitur-fitur standar yang seharusnya ada pada sebuah mobil.
Bahkan, untuk Toyota dan Honda, harga mobil murah tipe terendahnya sudah diatas Rp 100 jutaan. Toyota Agya termurah Rp 100,350 juta (tipe E M/T) dan Honda Brio Satya termurah Rp 106 juta (tipe A). Dengan banderol termahal ditawarkan Toyota Agya TRD S yang dibanderol Rp 121,250 juta.
Dengan begitu, mobil murah yang semula menjadi harapan masyarakat dan juga pemerintahnya, karena harganya yang terjangkau, perlahan tapi pasti, dengan berbagai alasan, kini mobil murah semakin hari semakin (tidak) murah lagi. (mobil.otomotifnet.com)