|
OTOMOTIFNET - Banyak pihak yang merasa kalau drifting akan bisa eksis di Indonesia. Namun jangan dilupakan juga beragam tantangan sudah menghadang perkembangan drifting di Tanah Air.
Tak seperti kebanyakan cabang motorsport lain pada awal terbentuknya, tantangan drifting jauh lebih kompleks. Mulai dari regulasi hingga mobil pacu yang sulit didapat.
MOBIL IDEAL SULIT
Tantangan pertama yakni regulasi yang menaungi kompetisi tersebut. Sampai saat ini masih dalam proses penggodokan. Irawan Sucahyono, kadep olahraga PP IMI dan Hadaris Samulia dari Indonesia Drift Community bilang kalau regulasi drifting akan banyak mengadopsi dari Formula Drift, tentu dengan beberapa penyesuaian terhadap kondisi di Indonesia.
Penyesuaian tersebut juga merupakan tantangan yang tak bisa dipandang enteng. Karena di Indonesia saat ini terbanyak mobil gerak roda depan. Padahal, "Drift pakai gerak roda depan sangat sulit. Pertama kita harus masuk dengan sangat kencang, lalu handling hanya dengan satu tangan karena satu lagi berada di rem tangan," ujar Anggana OHP, peslalom yang pernah ikut event drifting pakai Toyota Yaris.
Kenyataannya yang ada, di dunia drifting internasional tak dikenal adanya kelas gerak roda depan. Namun kalau kelas ini ditiadakan, industri pendukung utama balap yakni ATPM akan sulit untuk berpartisipasi. Drifting bisa jadi sulit mewabah.
Jika mau bersikukuh pada mobil gerak roda belakang, rata-rata sudah lawas dan tidak ada kepentingan ATPM terhadap produknya yang tak dijual lagi. Dari segi tampilan juga kurang mendukung. Ingat drifting adalah balap entertainment yang memanjakan mata penonton.
Khusus Indonesia, ada baiknya kalau mobil gerak roda depan dibiarkan ikut bertanding dengan mobil gerak roda belakang. Jangan dipisah kelasnya atau bahkan dilarang ikut. Biarkan komunitasnya tumbuh terlebih dahulu, baru nantinya akan terjadi seleksi dengan sendirinya. Toh, mobil gerak roda depan akan kesulitan melawan mobil gerak roda belakang. Kalau belum tumbuh sudah dibatasi, dikhawatirkan drifting di Indonesia lama berkembang.
Pun demikian dengan gelaran one make tire yang tak membiarkan merek lain selain ban sponsor untuk ikut. Konsep pemakaian ban tunggal ini ideal diterapkan jika komunitas dan kompetisi sudah matang dan banyak peserta yang berkualitas.
Ingat lagi, drifting perlu tontonan berkualitas untuk mendapatkan animo penonton. Jika kualitas peserta berkurang, bisa dipastikan tontonan akan membosankan. Jika penonton sudah bosan, dikhawatirkan drifting yang baru mau berkembang sudah sepi penonton.
Padahal, bisa saja peserta yang memakai ban merek lain diikutsertakan. Namun buat kelas khusus mempertandingkan pengguna ban sponsor atau pemenang yang pakai ban sponsor mendapat hadiah yang berkali-kali lipat.
Di sisi lain, pihak produsen ban punya alasan kuat melarang ban lain ikutan. "Kita sudah keluar dana banyak untuk bikin event ini, tentu kita ingin eksklusifitasnya," ucap Pieter Tanuri, presiden direktur PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MAS), produsen ban Achilles yang berencana membuat event drifting one make tire.
Tantangan berikutnya pada mobil yang kompetitif dan representatif dipakai drift. Mobil wajib memiliki tenaga mendekati 300 dk atau lebih, tak terlalu tua namun gerak roda belakang. Seperti Nissan Silvia (S13, S14 dan S15), Nissan 350Z, 180 dan 200SX, Mazda RX7 dan RX8, BMW, Lexus, Porsche atau yang lainnya.
Namun, "Sekarang harga mobil-mobil itu melonjak tajam. Ada konsumen yang mau membeli 200SX dengan harga Rp 250 juta, padahal sebelumnya harga cuma Rp 180 jutaan," ucap Doni dari bengkel Hikari Garage.
Menurut pria berkacamata ini, harga Silvia S13 sudah di atas Rp 200 juta yang sebelumnya hanya Rp 170 jutaan, atau S15 di atas Rp 350 juta yang sebelumnya sekitar Rp 280 juta. Bursa mobil seperti ini pun seperti mencari sebuah jarum pada setumpuk jerami. Sulit sekali.
Mobil-mobil sport yang banyak beredar kini justru memiliki gerak empat roda, seperti Subaru Impreza, Mitsubishi Lancer Evolution atau Nissan Skyline GTR. Namun mobil-mobil yang juga jarang ditemui ini memiliki tantangan untuk bisa dipakai drift.
Hal pertama tentu harus mengubah sistem gerak roda dari empat menjadi dua roda bagian belakang. Ini ditempuh dengan jalan modifikasi yang juga tak murah. Menurut Taqwa Suryo Swasono pemilik bengkel Garden Speed, beberapa mobil 4WD bisa diubah menjadi gerak dua roda dengan hanya melepas kopel depan, seperti Nissan Skyline R34.
Namun ada juga yang harus membeli kit-nya, seperti Mitsubishi Lancer Evolution (sebelum generasi X). "Kit sekitar Rp 15 jutaan, untuk Evolution VII-IX," sebut Rizal Sungkar yang mendatangkan kit tersebut.
Dari sejumlah tantangan ini, drifting Indonesia sedang mencari bentuknya sendiri. Akankah cabang baru ini survive bahkan berkembang di tengah tantangan yang dihadapinya?
Penulis/Foto: Toncil / Johan