Senin (20/2) kami bertandang ke Balai Pengujian di Ujung Menteng, Cakung. Di balai ini pula akhir 2011 silam diresmikan layanan drive thru pertama di Indonesia. Teorinya pelayanan akan semakin cepat, bahkan si pengemudi nantinya tidak harus turun dari kendaraannya selama proses pengujian kendaraan berlangsung.
Kesan pertama memasuki balai uji tersebut pelataran parkirnya sangat semrawut oleh berjejalnya aneka kendaraan. Mulai dari angkot, pikap, mobil bak, hingga truk. Kertas bekas tempelan kir (sekarang tidak lagi di cat, Red) berserakan dimana-mana. Balai pengujian ini menerima mulai dari angkot hingga truk golongan V.
Di tembok gedung terpampang spanduk dan papan berisi keterangan proses pengujian, tabel harga, dan tak ketinggalan plang bertuliskan: Calo Dilarang Masuk.
Sebelum masuk gerbang kami sempat bertemu seorang pengemudi angkutan barang bertuliskan sebuah nama restoran. Mobilnya sedang ditempel surat/stiker lolos uji oleh seseorang ‘berseragam’ tapi bukan seragam Dishub (Dinas Perhubungan). “Habis berapa pak?” tanya kami. “Total Rp 150.000,” jawabnya. Padahal tarif resminya hanya Rp 40.000 (angkutan barang). “Saya pakai biro jasa supaya cepat. Banyak kerjaan pak harus jalan lagi,” sahutnya. Ia mengaku juga kalau mobil barangnya tetap harus mengikuti uji mekanis.
ANGKOT GRATIS
Begitu memasuki halaman dalam balai uji segera kami didatangi satpam dan meminta kami ke posko. Akhirnya kami diterima dengan baik oleh ‘komandan lapangan’. Tertera bernama Kasman dengan pangkat Penyelia. “Saya sudah 30 tahun kerja di sini,” katanya sambil sesekali memerintahkan lalu lalang kendaraan lewat HT-nya. “Ya, semua menumpuk di sini karena yang di Jagakarsa ditutup,” lanjutnya.
Perbincangan kami terus berlanjut. Ia pun mengakui kalau semua kesalahan seperti ditumpahkan ke balai pengujian dengan maraknya kecelakaan bus akhir-akhir ini. “Tapi saya balik bertanya. Waktu uji kir kondisi mobil baik-baik saja, setelah itu (kecelakaan, Red) apakah kami yang salah,” sahutnya.
Selanjutnya kami dikawal ke lokasi drive thru yang terletak di belakang. Layanan ini diresmikan Gubernur DKI Desember 2011 silam degan tujuan memangkas waktu pengujian. Namun siang itu situasi loket drive thru sepi-sepi saja. Kami pun merajuk untuk bisa melihat dari jarak dekat proses uji mekanis tersebut.
Prosesnya berawal dari kedatangan kendaraan di pos depan gerbang masuk dengan menyerahkan buku uji. Setelah itu mendapat nomor urut. Selanjutnya bergerak ke posko drive thru untuk bayar pajak atau restribusi sesuai golongan kendaraan. “Untuk angkot gratis biaya kir. Itu sudah aturan Pemda,” sahut Kasman.
Sesudah bayar pajak maka kendaraan akan mendapat formulir SPUK (Surat Perintah Uji Kendaraan). Formulir ini harus diisi lengkap mengenai kondisi mobil yang ada. Rampung itu menuju pos identifikasi untuk mengecek nomor sasis mobil. Pos terakhir adalah uji mekanis. Aturannya ada 12 item komponen yang wajib diuji mulai dari kondisi bodi mobil, sistem dan daya pengereman, fungsi lampu-lampu, emisi gas buang, sistem kemudi beserta kaki-kakinya (tie rod, long tie rod), kondisi ban, spidometer, wiper, kotak P3K, kaca film, hingga tersedianya kapak di bus untuk situasi darurat.
Dari pengamatan kami, hanya satu kalimat yang sering terdengar berulang-ulang. “Lampu, lampu. Nyalain lampunya,” sahut petugas sembari mengambil SPUK dari pengemudi. Kami tak melihat proses uji mekanis yang sesungguhnya seperti yang tertera di lembar pengujian. “Kasat mata saja bisa kelihatan lolos apa enggak,” sahut Kasman.
Buat yang tak lolos akan diberi secarik kertas untuk mengulang ujian dengan kalimat: tidak untuk operasi. Jika ini diberlakukan dengan serius pastinya pihak kendaraan tidak main-main sebab bisa merugi karena tidak boleh beroperasi.
Namun dari yang kami lihat, perbaikan itu bisa dilakukan di tempat. Di sudut terlihat beberapa truk tengah membetulkan item komponen yang tak lolos tadi seperti mengganti ban. Pihak armada angkutan biasanya membawa ‘montir ahli’. Setelah itu mereka bisa kembali ‘ujian ulangan’.
Kalau dari mata memang nyaris lolos semua. Tapi ini kan bukan uji mata. Namun dengan daya tampung hingga 800 unit untuk uji kir per harinya, rasanya memang dibutuhkan ‘main mata’.
Sempat ada keinginan pihak Dishub untuk memajukan uji kir dari 6 bulan sekali menjadi 2-3 bulan sekali. Namun hal ini ditentang para pengusaha dan pemilik kendaraan karena persoalan ‘main mata’ itu. Mesti dibenahi secara mendasar proses uji mekanis itu. Benar-benar di cek secara teknis semua komponen vital kendaraan, bukan formalitas menghemat waktu dan menumpuk omzet pendapatan daerah. Apakah kondisi ini akan terus dibiarkan sepanjang masa dengan mempertaruhkan nyawa pengguna transportasi umum? (mobil.otomotifnet.com)