"Saya melihat sendiri, saat operasi kemarin, pengendara motor di depan saya tidak memakai helm. Saat dihampiri petugas, dia menyelipkan Rp 20 ribu. Nah, kalau polisi menyebut terdapat 81.043 pelanggar, saya kira mestinya bisa tiga kali lipat dari itu karena terjadi praktek damai di tempat tadi," kata Tigor.
Saat masyarakat tidak tahu harus mengadu ke mana ketika terjadi proses perdamaian dan suap menyuap itu. Sekelas Azas Tigor saja mengaku tidak mesti ke mana untuk melaporkan jika terjadi pelanggaran yang melibatkan polisi lalu lintas. "Mestinya, dibuat sedemikan mudah. Contoh, polisi mencantumkan nomor telepon call center atau cukup SMS saja. Jadi masyarakat harus dipermudah untuk itu," lanjut pengusaha metromini ini.
Azas Tigor juga melihat, Operasi Zebra Jaya lalu masih sebatas rutinitas program dan formalitas saja. Sebab ketika dilangsungkan operasi, mestinya tidak hanya menyasar para pengendara.
Namun juga penghambat lain yang menyebabkan kemacetan di ibukota. Yakni adanya begitu banyak terminal bayangan dan peruntukan jalan untuk parkir.
"Itu justru menjadi penyebab utama kemacetan. Dan bahkan ada payung hukum untuk mengembalikan fungsi jalan sesuai amanat UU No. 22/2099. Mestinya polisi konsentrasi di situ," tegas Tigor. (mobil.otomotifnet.com)