PERTEMUAN GIRDER
Akibat foto yang menghebohkan itu, setiap pengendara dan pemakai jalan yang melintas di bawah jalan layang Tomang menyempatkan untuk melihat retak yang dimaksud. Dampaknya, perempatan yang tampak padat pada setiap pulang jam kerja itu menjadi semakin macet beberapa hari belakangan. Ada yang waswas, ada pula yang menganggap hal biasa saja.
"Ya, mengawatirkan juga sih. Soalnya, setiap hari saya melewati ruas Tomang ini ketika berangkat dan pulang kerja. Kalau retak itu semakin lebar dan akhirnya ambrol, kan bisa menimpa kendaraan yang ada di bawahnya. Apalagi setahu saya flyover itu sering dilewati truk-truk dengan muatan besar," ujar Kaseger yang tinggal di kawasan Kepa Duri, Jakarta Barat.
Namun pihak PT Jasa Marga cepat memberi pernyataan yang menentramkan. Melalui Okke Merlina selaku Corporate Secretary perusahaan BMUN itu bahwa bagian jembatan yang diduga retak itu adalah konstruksi pertemuan antara 2 buah girder yang bertumpu di atas pierhead dengan konstruksi bearing (perletakan) dari baja.
"Celah yang tampak adalah celah bearing pad dan celah sambungan ekspansi. Telah terjadi kesalahpahaman dengan menganggap celah tersebut adalah bagian jembatan yang retak," ujar Ir. Okke Merlina.
Meski demikian PT Jasa Marga Tbk. telah meninjau lokasi tersebut untuk memastikan secara visual kondisi konstruksi perletakan tidak mengalami kerusakan. Terlihat pada foto sambungan ekspansi dari permukaan jalan sama sekali tidak mengalami kerusakan.
Jasa Marga secara berkala melakukan penelitian terhadap semua jembatan tolnya. Khusus untuk jembatan layang Tomang, Jasa Marga telah melakukan penelitian bekerja sama dengan LAPI ITB. Hasilnya tersebut menyatakan kekuatan struktur memenuhi persyaratan sesuai rencana untuk menerima beban mati dan beban lalu lintas yang bergerak.
Sehubungan dengan kesalahpahaman tersebut, maka Jasa Marga menegaskan bahwa jembatan dimaksud tidak retak atau mengalami kerusakan. Celah yang terlihat adalah celah konstruksi yang normal dalam teknik sipil.
Sementara Ignatius Sunarko, lulusan teknik sipil Universitas Gajah Mada, Yogyakarta menyatakan bahwa celah yang terjadi pada persambungan dua buah girder yang bertumpu di atas pierhead yang terbuat dari konstruksi baja itu memang harus ada celahnya. "Memang harus ada celahnya. Kalau nggak dikasih celah ya malah berbahaya dan itu terjadi karena aus akibat kena panas," ujar Mas Narko, sapaan karibnya.
Bidang Jurusan Transportasi yang dipilihnya memungkinkan Mas Narko bisa memberikan penilaian secara umum. Celah itu, lanjutnya, memang untuk memberi ruang pergerakan jika jembatan atau flyover dimaksud tengah menyangga beban berat, misalnya truk tronton atau truk besar lainnya yang melintas di atas konstruksi jembatan dimaksud.
Namun Mas Narko menambahkan celah itu bisa membahayakan kalau permukaan aspal yang ada di atasnya amblas atau sekurangnya ikut turun permukaan. “Itu ukurannya. Kalau tidak terpengaruh dan lintasan aspalnya juga tidak berubah, itu tidak masalah. Tapi jika aspal di atasnya amblas, ya mesti ada tindakan khusus untuk mengatasi persoalan celah sambungan baja itu. Karena kalau aspal di atasnya bergeser dibiarkan, itu yang membahayakan,” ungkap Mas Narko. (mobil.otomotifnet.com)