Ubah Kebiasaan
Wira Hatalabessy, karyawan yang tinggal di bilangan Pondok Gede, Bekasi mengaku ke kantor lebih cepat sekarang. Kalau biasanya harus berjibaku dengan pemilik kendaraan lainnya selepas masuk tol Halim ke arah Jalan S Parman, Slipi, Jakarta Barat, kini tidak begitu desak-desakkan. "Masih ada beberapa ruas yang agak padat sih, seperti di perpotongan keluar tol, tetapi tidak separah sebelum diberlakukan pengaturan jam truk," ujar Wira.
Tentu tak hanya Wira yang sedikit bisa bernafas lega. Para pemakai kendaraan pribadi yang ngantor di jalan protocol ibu kota ikut merasakan dampak dari dilarangnya truk dan kontainer melintas pada pukul 05.00 WIB - 22.00 WIB itu. Namun di sisi lain, juga ada pihak yang merasa dirugikan dengan pengaturan itu karena tidak bisa leluasa lagi mengoperasionalkan truk pada siang hari. Misalnya pihak Organda dan Pelindo.
Jika tetap ingin mengoperasionalkan truk pada siang hari, terpaksa harus melalui jalan non-tol yang membutuhkan waktu lebih lama yang tentu saja dengan mengeluarkan biaya tambahan. "Sebetulnya, ini kan hanya perubahan habit (kebiasaan) aja dari operasional siang menjadi malam. Lagi pula, kalau memaksa jalan siang, truk itu sendiri terkena dampak macet," ujar Ir. Udar Pristono, MT, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Jadi lanjut Pristono, saat ini tinggal menyamakan persepsi saja. “Pihak Organda dan Pelindo memang sempat keberatan, lalu Dirjen Perhubungan Darat tengah mendalami lagi. Toh, pada pertemuan terakhir kami, menghasilkan beberapa modifikasi misalnya dengan membuka ruas Cawang-Tanjung Priok boleh dilalui truk, serta menarik titik pengalihan dari tol Pluit ke Angke," lanjutnya.
Pria kalem ini juga mendengar keinginan untuk membuat ujicoba ini menjadi permanen. Yang jelas, sebelum masa ujicoba berakhir pada 10 Juni 2011, pihaknya bersama Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Badan Pengelola Jalan Tol serta Jasa Bina Marga akan melakukan evaluasi. "Memang banyak permintaan untuk membuat ujicoba ini menjadi permanen. Makanya nanti hasil evaluasi akan menentukan soal pengaturan ini," ungkap Pristono.
Mestinya keberhasilan mengatasi kemacetan ini harus diikuti percepatan pembangunan infrastruktur lainnya, termasuk beberapa ruas tol yang belum rampung. Seperti JORR Puri Kembangan - Ulujami sepanjang 8 kilometer yang akan menyambung JORR (jalan lingkar luar kota) yang tidak termasuk ruas pelarangan truk. Juga ruas Cakung-Tanjung Priok yang menjadi ruas vital angkutan ke pelabuhan.
Kurangi Beban
Sayangnya, meski hanya 8 kilometer, hingga sekarang belum selesai pembebasan tanahnya. Salah satu kendala, harga tanah menjadi melambung tinggi ketika tahu jalanan akan dipakai ruas tol. "Untuk ruas Ulujami - Puri Kembangan itu masih proses pengadaan lahan. Kami mentargetkan akhir 2011 tuntas, sehingga awal 2012 bisa langsung dikerjakan dan pertengahan 2013 bisa operasional," ujar Okke Merlina, Sekretaris PT Jasa Marga Tbk.
Hanya delapan kilometer namun vital. Sayangnya, masih harus menunggu 2 tahun lagi karena terhambat pembebasan tanah. Namun untuk ruas Cakung -Tanjung Priok menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum mestinya bisa lebih dikebut. Pasalnya, ruas itu minim pembebasan lahan karena konstruksinya layang. Juga mestinya tidak ada masalah dana karena ada pinjaman dari asing.
Padahal jika ruas Cakung-Tanjung Priok itu terwujud, akan sangat penting untuk sarana transportasi saat Terminal Kalibaru Utara tahap I berkapasitas 1,9 juta twenty feet equivalent unit (TEU). Atau menunggu Jakarta benar-benar macet pada 2013 baru akan diselesaikan proyek vital ini?
Menurut Darmaningtyas, Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia, melihat bahwa penumpang pribadi dan barang itu sama-sama penting. Yang diperlukan sekarang ini pertama, pengaturan yang lebih akomodatif. "Aturan penggunaan ruas jalan tol itu ditegakkan. Yaitu truk hanya boleh di lajur kiri, sedang lajur kanan dan tengah untuk mobil pribadi. Truk yang ke tengah dan kanan ditindak tegas," kata Darmaningtyas.
Ini cukup adil karena truk tetap diberi akses, namun prioritas tetap mobil pribadi karena memakai 2 lajur. Lalu pelarangan truk pada jam sibuk saja, yakni pukul 06.00-10.00 WIB dan 16.00 -20.00 WIB. Namun lanjut Tyas, wacana pembatasan ini dijadikan momentum bagi pemerintah pusat untuk berkomitmen tinggi mewujudkan transportasi massal baik untuk angkutan penumpang maupun barang.
Pembatasan truk ini diharapkan bisa memacu percepatan perwujudan jaringan rel kereta api dari Merak -Banyuwangi. Dengan kereta api itu diharapkan dapat memindahkan beban angkutan barang dari truk. Jika itu terjadi otomatis akan mengurangi beban jalan raya. "Saya juga mengharapkan proyek MRT yang bisa mengangkut penumpang secara massal segera direalisasi. Jika mungkin dipercepat. Jangan lagi melakukan program yang hanya tambal sulam seperti sekarang ini," lanjut Tyas. (mobil.otomotifnet.com)