Mario Montino, Pembatasan Kendaraan Justru Berefek Bola Salju

Editor - Selasa, 14 September 2010 | 19:39 WIB

(Editor - )

OTOMOTIFNET -  Sebagian besar penduduk ibukota membutuhkan sarana transportasi guna menunjang mobilitas. Sayangnya kondisi angkutan umum di Jakarta kurang memadai, sehingga mereka lebih senang gunakan kendaraan pribadinya untuk bepergian. 

Saya sepakat dengan pendapat beberapa pihak bahwa kemacetan adalah masalah khas Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia yang kurang memiliki perencanaan tata kota yang baik. Selain di kota besar, kondisi jalan di mayoritas daerah Indonesia relatif bebas macet.

Kemacetan memang perlu segera dicarikan jalan keluarnya yang dapat memuaskan semua pihak, karena dalam waktu beberapa tahun ke depan, Indonesia akan lebih diramaikan oleh penjualan mobil-mobil dengan harga lebih terjangkau seperti dari India, Cina, dan juga mobil hasil program insentif pemerintah Thailand. 

Selain itu, di dalam negeri, Kementrian Perindustrian juga berencana untuk mendukung pabrikan membuat mobil murah Rp 70-80 juta. Tentunya ini akan membuat penjualan mobil di Indonesia makin melonjak setelah 2012, hingga mencapai 1 juta unit atau lebih per tahun.

Makanya solusi yang terbaik adalah yang menyentuh akar permasalahannya dan dapat bertahan dalam jangka waktu lama dengan biaya investasi yang terbaik. Ini berdasarkan pengalaman faktual (bukan teori) dari negara lain yang memiliki kondisi mirip dengan Indonesia dan berhasil memecahkan masalah kemacetannya.

Akar permasalahannya besarnya, populasi penduduk Jakarta.  Sayangnya pemerintah tak mungkin serta-merta meminta sebagian besar penduduk Jakarta untuk bermigrasi ke daerah lain.  Indonesia bisa belajar dari yang sudah dilakukan negara lain seperti Thailand (Bangkok), Cina (khususnya Hongkong), Amerika (New York), Korea (Seoul) dan Jepang (Tokyo).

Pembatasan yang perlu dilakukan pemerintah sebaiknya bukan dari sisi kepemilikan kendaraan karena dampaknya akan terasa di industri otomotif dan berefek bola salju. Mengingat industri otomotif adalah industri padat karya. Pembatasan itu sebaiknya dari pemakaian kendaraan masyarakat, sebagai solusi jangka pendek. Namun jangan hanya menyasar pengendara motor.

Langkah pertama untuk mengatasinya yakni perlu selalu meningkatkan kenyamanan, keamanan, ketepatan dan kecepatan pelayanan semua angkutan umum yang sudah ada (busway, bus umum, KRL). Kedua, perlu dilakukan penambahan moda angkutan umum yang dapat mengangkut banyak orang dalam waktu yang cepat (monorail, subway, MRT,  dsb).

Lalu, perlu dilakukan penambahan ruas jalan, idealnya melalui jalan layang, perlu pembenahan titik-titik penyebab utama kemacetan serta pembatasan masuknya kendaraan di beberapa ruas jalan dengan ERP (Electronic Road Pricing) atau metoda lain yang sesuai (plat nomor ganjil-genap). Dan, penegakan aturan berlalu lintas tanpa pandang bulu bagi kendaraan umum, roda dua, dan roda empat atau lebih.

Dengan begitu masyarakat akan cenderung memilih naik kendaraan umum di jalan protokol. Akan lebih baik seandainya dapat disiapkan pusat parkir kendaraan di beberapa titik strategis di pinggiran Jakarta yang jadi tempat awal dimulainya jalur angkutan umum massal yang cepat itu. 

Pengguna mobil dan motor dapat memarkir kendaraannya di tempat tersebut saat pagi dan mengambilnya kembali di sore hari.

Solusi terbaik hanya akan bisa diperoleh dengan duduk bersama antara semua pihak yang berkepentingan. Seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Kepolisian, asosiasi terkait (Organda, Gaikindo dan AISI), perwakilan masyarakat dan pihak terkait lainnya.

Penulis/Foto: Nawita, Anton, eRIE, Pj  / Istimewa