Voorijder Disuka Sekaligus Disindir

Editor - Jumat, 23 Juli 2010 | 10:05 WIB

(Editor - )


OTOMOTIFNET - Bisa jadi tak ada yang salah dengan keberadaan voorijder yang biasa dilakukan oleh pihak kepolisian, militer maupun dinas perhubungan. Namun yang beberapa kali dianggap melukai ‘rasa keadilan’ pemakai jalan lain adalah kehadiran mereka di saat jalanan sedang dalam puncak kepadatannya. Di wilayah macam Jakarta, kehadiran voorijder saat arus lalu lintas (lalin) padat mudah mengundang cibiran.

WORTHED KAH?

Terlebih jika yang harus dikawal bisa dianggap bukan pihak yang worthed alias penting sekali buat dapat keistimewaan di jalanan. Sebut saja rombongan pengantin.

“Gue pernah tuh disuruh minggir, di jalur Simatupang (Jaksel, red) sama voorijder polisi, kirain siapa yang mau lewat. Ternyata rombongan mobil sport, mending banyak jumlahnya, paling 10 mobil,” sungut Jefri, sebut saja begitu. Anda pasti juga pernah kecewa jika melihat kejadian yang kasusnya serupa.

Kalau menilik pasal 134 UULLAJ No. 22 Tahun 2009, kehadiran voorijder memang sah adanya. Disitu disebutkan bahwa pihak yang berhak dapat pengutamaan hak jalan adalah kendaraan pemadam kebakaran yang sedang bertugas, ambulans yang lagi angkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalin, kendaraan pimpinan lembaga Negara atau pimpinan negara asing maupun pejabat lembaga internasional yang sedang jadi tamu negara, rombongan pengantar jenazah, dan konvoi atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas kepolisian.

Dari situ bisa diterka, apakah rombongan mempelai maupun kumpulan pemakai mobil yang mau jalan-jalan belaka pantas dianggap penting dapat keutamaan? Mestinya pengutamaan pemakai jalan bisa berkaca dari sikap presiden Filipina, Benigno Aquino III, yang memutuskan tak mau pakai voorijder.

Saat berangkat kerja ia memutuskan untuk bangun dan pergi lebih pagi ataupun berangkat lebih awal ke suatu tempat. Padahal situasi lalin di Manila, tak jauh lebih lengang dibanding Jakarta.

Hal ini, kendati masih minim, juga sudah banyak dipelopori oleh sejumlah pejabat di Indonesia. Pekan lalu ketika Jakarta diguyur hujan lebat, OTOMOTIF sempat saksikan satu mobil yang ditumpangi seorang direktur utama sebuah bank nasional terbesar keluar dari kantornya tanpa ada voorijder.

Padahal hujan deras di jam sibuk sore itu pasti berisi kemacetan. Bahkan seorang menteri yang mengundurkan diri beberapa waktu lalu disebut-sebut juga terlalu sering mobilnya tak dikawal voorijder.




Komunitas Otomotif, malah lebih sering tanpa Voorijder, tertib lalu lintas yang jadi pegangan

Kalau macet parah seperti ini, rela jika disuruh minggir demi Rombongan pengantin?

Radio komunikasi, rasanya pantas jadi kebutuhan vital di tiap mobil anggota rombongan

TERGANTUNG KEBUTUHAN
Nah, kalau diperhatikan, komunitas otomotif juga terbilang akrab dengan keberadaan voorijder dari pihak kepolisian. Misal saat konvoi mobil-mobil klub ke suatu lokasi secara bersama.

 “Tapi kami baru akan butuh voorijder kalau mau berombongan di atas 100 mobil,” sebut Hermanto, dedengkot TKCI (Toyota Kijang Club Indonesia). “Kalau kita lihat jarak dan keperluan tujuan. Waktu kami ke Kuningan (Jabar, red), pakai voorijder pulang-pergi,” sahut Fransisca, ketum Taruna Owners.

Keduanya sepakat, berdasarkan pengalaman mereka, kehadiran petugas kepolisian dalam pengawalan berguna banyak saat rute perjalanan jauh. “Bisa lebih tertib,” aku Hermanto yang juga mantan ketum TKCI itu.

Fransisca menyebut kalau dengan pengawalan, kecepatan mobil anggota rombongan bisa terjaga. “Apalagi kalau tiap mobil dilengkapi radio komunikasi, koordinasi lebih rapi,” ujarnya.

Uniknya, beberapa kali kesempatan pergi berombongan dalam jumlah besar bisa juga tak butuh voorijder. “Kami lepas saja per sepuluh mobil misalnya, tiap 15 menit,” kata Hermanto.

Biar begitu, ia sebelumnya juga sudah minta ijin ke pihak kepolisian yang kebetulan jalurnya dilewati rombongan Toyota Kijang itu. "Untuk jalur dalam kota, dengan voorijder (baik mobil ataupun motor, red) kecepatan maksimal bisa sampai 40 km/jam, untuk di tol bisa 100 km/jam," jelas Fransisca.

Tak lupa juga keduanya mewanti bahwa, kalaupun, pakai voorijder, 'pengamanan internal' dengan menujuk 'road captain' dan 'sweeper' bakal lebih memudahkan alur rombongan. Ketertiban selama berkonvoi lebih terjamin.

Oya, bagaimana soal akomodasi buat tenaga voorijder dari pihak kepolisian? Baik Hermanto maupun Fransisca mengaku tak punya patokan pasti. Tetapi keduanya menyebut angka ratusan ribu rupiah sebagai 'tanda terima kasih'. Ini untuk jarak yang terbilang dekat.


Penulis/Foto: eRIE / Salim. Tigor, Reza, Istimewa