Gojek "Kalah" dari Kerasnya Lalu Lintas Jakarta

Bagja - Jumat, 27 November 2015 | 15:30 WIB

(Bagja - )

Jakarta - Murah, cepat dan gak ribet saat menggunakan jasa transportasi Gojek? Memang iya, tapi kalau sampai merugikan atau bahkan membahayakan pengguna jalan yang lain, masih mau pakai Gojek?

Awalnya Gojek hadir sebagai harapan baru, setidaknya terbuka lapangan pekerjaan baru bagi para membernya, pun begitu dengan masyarakat yang diberi harapan sebuah layanan transportasi masa kini serba digital yang murah, cepat dan gak ribet, terutama ditengah kondisi lalu lintas Jakarta yang keras.

Kian hari kian populer, dan dipilih masyarakat tidak hanya karena "terpaksa" akibat malas menggunakan moda transportasi yang lain semisal angkutan umum, Kopaja maupun Metromini, Gojek pun akhirnya terbawa (kalau tidak mau dibilang kalah) dengan kerasnya lalu lintas Jakarta. Gojek pun mulai berulah di jalanan.

Demonstrasi sampai membuat kemacetan misalnya, sehingga jelas menggangu mobillitas masyarakat. Balik lagi, Gojek itu diciptakan untuk siapa? Membantu kemudahan transportasi masyarakat atau hanya sekedar memenuhi perut pada driver sebagai member Gojek?

Setidaknya, ada lima pelanggaran lalu lintas yang kerap dilakukan Gojek. Mulai dari masuk ke jalur Transjakarta, melawan arus, menggunakan gadget sambil naik motor, sampai tidak punya SIM dan mangkal seenaknya.

Gojek Melanggar Lalu Lintas/ Twitter TMC Polda Metro Jaya

Masuk ke jalur Transjakarta jelas dilarang, meski lagi-lagi kondisi lalu lintas yang semrawut mendorong kerumunan untuk mencari ruang sekecil mungkin untuk dilewati. Begitulah yang terjadi sehari-hari di Jakarta, ketika volume kendaraan overload, secara otomatis terjadi kecenderungan mencari ruang kosong, salah satunya jalur Transjakarta.

Gojek di jalur Transjakarta/istimewa

Tak kalah bahaya adalah melawan arus, apalagi driver Gojek membawa penumpang yang harus dipertanggungjawabkan keselamatannya. "Bahkan tadi saat motornya dihalangi motor lain, abang Gojek tidak berhenti membunyikan klakson minta jalan untuk melawan arus. Sudah seberani itu ya?" ujar Dewi salah satu penumpang Gojek di kawasan Mangga Besar Pasar Minggu.

Sama halnya dengan memainkan gadget saat nyetir. Bermain gadget sambil nyetir mobil saja, efek dan resikonya sama dengan orang yang sedang mabuk sambil nyetir, apalagi ini hanya naik motor dan membawa penumpang.

Sudah ada aturan merujuk pada UU No 22 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 283 UU No 22 adalah, "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)."

Pada operasi Zebra 2015 lalu, ditemukan kasus pengendara Gojek tidak memiliki SIM, padahal pada persyaratan bergabung sebagai driver Gojek, SIM menjadi syarat wajib keanggotaan.

Syarat Gojek Driver:

- Fotokopi KTP
- Fotokopi KK
- Fotokopi STNK dan pajak motor berlaku
- Fotokopi SIM
- Pendidikan terakhir SMP
- Umur <55 tahun
- Lulus Tes Mata.

Bahkan 'ngetem' sembarangan sudah menjadi perhatian serius Kepala Dishubtrans DKI Andri Yansyah. Dirinya sempat mengatakan pengusaha ojek berbasis aplikasi itu sudah tidak sesuai ketika masih promosi, saat mengatakan tidak ada Gojek yang mangkal di sepanjang jalan seperti halnya ojek-ojek biasa.

Dikutip dari berbagai sumber, menurut Andri, Dishubtrans DKI telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang anggotanya terdiri dari kepolisian, Satuan Polisi Pamong Praja, dan anggota Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Satgas ini bertugas melakukan penindakan kepada pengendara Gojek yang melanggar aturan. Dari hasil operasi Satgas Tatib tersebut, Andri mengklaim sudah ada ribuan pengendara Gojek dan pengendara ojek online lainnya yang ditindak. "Banyak, ribuan. Udah 2000-an lebih lah," ujar Andri.

Gojek ngetem sembarangan/istimewa

Sudah ribuan dari total belasan ribu pengendara Gojek yang resmi terdaftar terkena tindakan pelanggaran. Bayangkan kalau kelakuan seenaknya di jalan raya seperti ini pada akhirnya menjadi budaya tersendiri di kalangan pengendara Gojek yang katanya punya 'komunitas' kuat?

Padahal, seharusnya Gojek yang mau tidak mau sudah menjadi milik publik di jalan raya, punya tugas tidak hanya memberikan pelayanan terbaik pada pelanggannya, tapi juga harus menjadi panutan tertib lalu lintas di jalan raya. Turut serta mendorong prilaku berkendara tertib, sebagai bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) pertama dan kongkret dari Gojek. Bagaimana bapak Nadiem? (Bagja)