Jakarta- Sehari setelah kemunculannya, Renault KWID menangguk publikasi yang ramai.
Maklum, mobil dengan banderol Rp 117, 7 juta ini masuk ke segmen pasar gemuk, Low Cost Green Car (LCGC) di mana Calya-Sigra, Agya-Ayla, Karimun dan Go Panca bermain.
Analisis, penilaian atau perbincangan baik di media maupun jejaring sosial terhadap model dan harganya menempatkan mobil ini dalam kesimpulan yang manis, laku.
Di lapangan, seorang sales Renault mengaku banyak mendapat pesanan belasan unit dari luar Jakarta di hari pertama saat ia masih berjaga di show room.
Ini sedikit indikasi kalau respons pasar terhadap KWID bagus.
Soal sukses atau tidak, waktu yang akan menjawabnya.
Namun kalau melihat target yang ‘hanya’ 1.000 unit di 2017, angka ini sepertinya tercapai.
Maklum, angka segitu enggak sampai 1 persen dari market LCGC yang tahun lalu mencapai 115 ribuan.
Tak disangka, target ini membangkitkan harapan 15 tahun silam di mana PT Auto Euro Indonesia (AEI) juga ingin mencapai penjualan total yang serupa.
“Kami mentargetkan bisa meraup total penjualan sebanyak 1.000 unit," ucap Patrick Debrot, Marketing & Sales Vice President Renault Asia Pasifik seperti dikutip OTOMOTIF Februari 2002.
Toh ibarat pepatah, mengubah nasib dengan cara yang sama adalah sia-sia. Lalu bagaimana dengan upaya Renault saat ini?
PT Auto Euro Indonesia yang berdiri 2001 dan mencetak penjualan 44 unit saat itu bergairah dengan beberapa model; Clio, Kango dan Scenic.
Namun penjualan tersebut tak menyentuh pasar gemuk saat itu, Kijang. Mobil keluarga keluaran Toyota itu hanya dipepet Isuzu Panther dan Mitsubishi Kuda.
Scenic yang berisi lima penumpang, diesel 1.900 cc merupakan model yang unik untuk disandingkan dengan Kijang.
Kini, Auto Euro Indonesia melakukan upaya kedua yang bisa kita lihat sedikit berbeda.
Renaut KWID masuk ke segmen LCGC dengan harga yang lumayan menusuk dan model berbeda, persis ketika Datsun GO+Panca hadir di tengah hatchback Agya, Ayla.
Tak heran, respons yang diberikan lewat media atau jejaring sosial tak jarang berlebihan. Seakan Micro SUV (entahlah apa cocok disebut demikian) akan mengoyak pasar LCGC.
Lalu bagaimana bisa mengoyak, jika APM-nya saja hanya menargetkan secangkir dari akuarium berisi LCGC.
Persoalan lebih menarik ketika Auto Euro Indonesia hanya memiliki jaringan minim sesuai besar pasar yang diincar.
Ario Soerjo, Sales & Marketing Division Head PT Auto Euro Indonesia mengungkapkan saat ini dealer Renault sudah ada di Medan, Pekanbaru, Jakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar. Total akan ada 12 dealer.
“Tahun depan ada di Solo, Yogyakarta dan Semarang,” ucapnya saat dihubungi otomotifnet.com (20/10).
Sebagai pengingat, tahun 2002 Renault punya 5 dealer di Jakarta dan lima dealer di Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta dan Surabaya.
Kini di Jakarta yang tersisa di Kelapa Gading (utara), Pantai Indah Kapuk (barat) dan Raden Inten (timur).
Tentu, jika ingin memiliki pasar lebih besar, langkah APM lain perlu dilakukan.
Honda misalnya, mengembangkan dealer dan Authorized Test Market (ATM) atau sub dealer untuk menggenapkan total menjadi 200 dealer.
Alasan Jonfis Fandy, Direktur Marketing dan Aftersales Honda Prospect Motor (HPM) , APM Honda yakni belajar dari pengalaman masa lalu.
Untuk menjangkau pasar lebih luas, perlu jaringan lebih tersebar. Juga ketika konsumen ingin servis, APM harus menyediakan bengkel resmi terdekat.
Lalu bagaimana dengan aftersales Renault? Ini bagian yang tak kalah unik untuk market Tanah Air.
Saat launching KWID dan Koleos, Willianto Husada, Assistant to President Director Passenger Car PT Indomobil Sukses Internasional Tbk memang menyebut konsumen tak usah khawatir.
“Enggak usah khawatir. Servis nebeng ke Nissan. Karena ada aliansi global. Seperti Koleos, mesinnya sama dengan X-Trail,” ucapnya.
Untuk memperbesar jaringan dealer dan bengkel resmi, saat ini Renault sendiri masih memantau angka penjualan. Apakah mencukupi untuk dilakukan pengembangan.
“Lihat jualan dulu, kalau di bawah 500 unit buat apa bikin bengkel,” lanjut Willianto.
Lalu bagaimana jika (semoga saja) KWID bisa sesukses saudara sedarahnya, Datsun Go dan Go + Panca yang terjual hingga puluhan ribu tahun lalu?
Atau paling tidak lebih besar dari asumsi target yang ditetapkan sebesar total 1.000 unit?
Tentu, ‘kasus’ sukses Honda saat permintaan melonjak pada tahun 2000, 2004 dan 2014 bisa jadi pelajaran.
Mereka mengakui kelabakan dan layanan aftersalesnya tidak siap mengikuti kuatnya mesin penjualan di pasar mobil nasional.
Alhasil, kini mereka betul-betul menyiapkan layanan aftersales jika tak ingin membuat konsumen kecewa.
Nah, ‘bagusnya’ Renault punya saudara satu induk sehingga urusan aftersales bisa ditangani bengkel resmi Nissan tertentu, seperti ditekankan Ario.
“Ingat, hanya bengkel resmi Nissan tertentu yang kita sign,” ucapnya.
Yakni Nissan Gading Serpong (Banten) dan Nissan TB Simatupang (Jakarta Selatan).
Renault menurut Ario harus berinvestasi bengkel resmi. Namun saat ini aftersales Renault dilakukan di Nissan bukan tanpa latar belakang jelas.
“Sekitar 100-an dealer Nissan bukan punya Nissan Motor Indonesia (NMI, APM Nissan). Tetapi punya jaringan Indomobil,” terang Ario.
Untuk itu, lanjut Ario, memasukkan Renault ke bengkel resmi Nissan yang sudah ada kerjasama sama saja memasukkan mobil konsumen ke bengkel Indomobil.
“Lalu bagaimana kalau bengkel Nissan membeludak karena sudah ada Datsun di sana? Titik-titik yang kita ambil yang punya load rendah. Itu kita minta tolong,” jelasnya.
Dalam hal ini, Renault hanya menyerahkan special tools yang akan digunakan oleh bengkel resmi Nissan tertentu yang bekerjasama dengan Renault.
Adapun mekaniknya tetap berasal dari bengkel resmi Nissan. Mereka harus bisa menjalankan perawatan sebagaimana mestinya.
Lalu bagaimana hitung-hitungannya?
“Seribu unit tahun depan berarti ada sekitar 2.000 unit entry. Jadi satu mobil kira-kira masuk bengkel 2 kali”.
“Estimasi tiap bulan sekitar 180 unit mobil dibagi delapan tempat, cuma 25 unit. Jadi enggak sampai 1 unit sehari di satu tempat,” tutur Ario.
Sementara itu, kubu PT Nissan Motor Indonesia (NMI) mengakui sudah ada perbicangan dengan Renault soal layanan aftersales namun belum tahu detailnya.
“Sudah ada diskusi dengan Renault tentunya. Kalau detail berapa dealer, ketersediaan sparepart tolong langsung ke Renault,” ucap Budi Nur Mukmin, General Manager Marketing Strategy and Communication Division NMI saat dihubungi otomotifnet.com (20/10).
Nissan sendiri memiliki 120 outlet namun tak semuanya dilengkapi sarana bengkel.
Nah, kita lihat, apakah 1.000 unit Renault KWID mampu membangkitkan mimpi 15 tahun lalu? (Otomotifnet.com)