JAKARTA – Naiknya tarif tol Jakarta-Tangerang-Merak yang terbilang cukup drastis tentu menyisakan kekecewaan pengguna jalan tol.
Netizen pun memberikan opini beragam, salah satunya adalah menuding pengelola tol sengaja memanfatkan momen untuk naikkan pendapatan.
“Kemarin saya dari Tomang terus masuk ke JORR arah pondok Indah. Ternyata ada pemberitahuan tarif tol integrasi karena penghilangan gate Karang Tengah.
Yang mengejutkan, tarif tolnya naik dari Rp 12.000 jadi 16.500. Atau naik lebih dari 30 persen,” gerutu Andi, pegawai kantoran di bilangan TB Simatupang, Jaksel.
Ia juga menambahkan, padahal jalur ini jauh dari Karang Tengah dan selama ini sudah integrasi Jakarta-Tangerang dengan JORR. “lalu apa gunanya integrasi tarif ini?” tanya Andi seraya menunjukkan ekspresi kecewa.
Tentu hal ini patut ditelusuri. Apakah benar pengelola jalan tol Jakarta-Tangerang-Merak, dalam hal ini PT Jasa Marga Persero dan PT Marga Mandalasakti, dituding cari kesempatan dalam kesempitan.
Implikasi kenaikan tarif tol tersebut memang jauh diatas kenaikan rutin tiap 2 tahun sekali yang dibolehkan karena adanya inflasi.
Kenaikan tarif tol karena adanya inflasi di tiap daerah, umumnya akan berdampak pada penyesuaian tarif tol berkisar 8-14 persen.
Penyesuaian tarif tol tiap 2 tahun sekali ini juga bertujuan untuk kepastian investasi sesuai dengan rencana bisnis pengelola jalan tol yang mendapatkan hak konsesi.
Nah, tapi ada syaratnya. Jalan tol yang dikelola harus memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM) agar bisa dinaikkan tarifnya tiap 2 tahun sekali.
Salah satu kriteria SPM yang wajib dipenuhi antara lain kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas keselamatan, unit pertolongan, kebersihan lingkungan, kelaikan tempat istirahat pelayanan (TIP) dan sebagainya.
Nah, bagaimana dengan tol Jakarta-Tangerang-Merak? Tarifnya naik bukan berdasarkan jadwal rutin 2 tahunan, tapi karena implikasi adanya integrasi transaksi. Apakah ini dibenarkan?
Hingga artikel ini ditulis, pihak Jasa Marga belum bisa memberikan konfirmasi resmi. Termasuk soal pertanyaan darimana perhitungan tarif Rp 7.000 yang berlaku flat tersebut. (Otomotifnet.com)