Otomotifnet.com - Tidak cuma hanya sekali perlintasan sebidang kereta api sering menimbulkan kemacetan hingga kecelakaan.
Pengamat transportasi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno berharap perlintasan sebidang, terutama di jalan-jalan besar harus ditiadakan.
"Harus dihilangkan, kecuali ada penjaga resmi," kata Djoko di Jakarta (9/4/2019).
Data terakhir dari Direktorat Keselamatan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (2019), menyebutkan terdapat 5.238 perlintasan sebidang di Jawa dan Sumatera.
(Baca Juga : Suzuki Thunder 125 'Kurus' Sisa Rangka, Percikan Bunga Api di Busi Penyebabnya)
Dari jumlah itu, hanya 4.854 perlintasan sebidang yang resmi.
Parahnya, jumlah kecelakaan di persimpangan sebidang di Indonesia cukup tinggi.
Menurut data, rasio kecelakaan dan kecelakaan fatal adalah 40,47 kecelakaan/1.000 persimpangan sebidang dan 14,96 kematian/1.000 persimpangan sebidang.
Djoko mengaku, perlintasan sebidang wajib dilengkapi pemasangan rambu lalu lintas dan pemasangan marka.
(Baca Juga : Ninja 150 RR Terlipat Ban Depan, Xenia Sobek Bodi, Adu Tubruk Jadi Tontonan)
Namun dapat dilengkapi pula dengan Alat Pengatur Isyarat Lalu Lintas (APILL), Variable Message System (VMS) dan APILL terkoordinasi (Area Traffic Control System/ATCS).
Jika dibiarkan, lanjut Djoko, banyak anak bangsa Indonesia sia-sia menjadi korban perlintasan sebidang.
"Pembiaran pelanggaran hukum oleh seseorang sehingga menyebabkan meninggalnya orang lain," tutur dia.
Untuk diketahui, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (pasal 114), menyebutkan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan.
(Baca Juga : Empat Honda PCX Digasak Maling, Modus Sama Diulang-Ulang, Tuman!)
Pengemudi Kendaraan wajib (a) berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain, (b) mendahulukan kereta api; dan (c) memberikan hak utama kepada Kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
"Fakta di lapangan, pemerintah daerah tidak menutup, perlintasan sebidang tidak menjamin keselamatan, tidak ada yang merasa bertanggung jawab, banyak yang tidak diurus, dan tidak ada evaluasi," tegasnya.