Otomotifnet.com - Proyek Jalan Tol Manado-Bitung, Sulawesi Utara akan selesai sebentar lagi tepatnya di akhir 2021.
Pasalnya, jalan tol Manado-Bitung Seksi 1 Manado-Danowudu juga sudah dioperasikan sejak September 2020 lalu.
Sementara pengerjaan Seksi 2 Danowudu-Bitung kabarnya sudah mencapai di atas 90 persen pada Oktober 2021 lalu.
Meski pengerjaan jalan tol ini sudah hampir selesai, nyatanya ada masalah yang belum terselesaikan.
Sejumlah pemilik lahan yang ada di Kelurahan Kakenturan II, Kecamatan Maesa, Bitung melayangkan protes.
Mereka diketahui menuntut pihak pengelola jalan tol Manado-Bitung, yakni PT Jasamarga Manado Bitung (JMB) terkait uang ganti rugi lahan.
Salah satu pemilik lahan terdampak, Mona Awondatu mengungkapkan kalau mereka belum menerima uang ganti rugi lahan mereka sejak 2016 hingga sekarang.
Baca Juga: Siap-siap Isi Kartu E-Toll, Tol Cengkareng-Batuceper-Kunciran Sudah Tidak Gratis Lagi
"Kami belum menyetujui harga yang ditetapkan karena di satu bidang lahan ada dua harga. Ada yang Rp 60 ribu per meter, ada yang Rp 500 ribu per meter beserta isinya," keluh Mona (15/11/2021).
Munculnya lahan dengan dua harga yang berbeda itu pun membuat para pemilik lahan kebingungan.
Belum cukup sampai situ, masih ada masalah terkait lahan seluas 1 hektar yang sudah dijadikan jalan tol, namun pemilik lahannya tidak diakui oleh pengelola jalan tol.
"Kami bahkan belum tahu waktu penitipan uang ganti rugi pembebasan lahan untuk jalan tol 14 hari," tambah Mona.
Ia menyebutkan, para pemilik lahan tidak akan menghalangi proses pembangunan jalan tol Manado-Bitung.
Walau begitu, mereka tetap akan memproses masalah tersebut sampai tuntas, bahkan sampai di bawa ke DPRD Bitung agar aspirasi mereka didengar.
"Kami ingin nominal ganti rugi yang terbaik, yang wajar-wajar saja. Kami tidak minta berlebihan, yang manusiawi lah," uangkap Mona.
Untuk diketahui, lahan terdampak proyek jalan tol Manado-Bitung ini awalnya merupakan kebun milik warga yang berisi tanaman seperti kelapa dan lain-lainnya.
Sayangnya, pembebasan lahan ini mengalami malasah dan belum terselesaikan sejak 2016 silam.
"Kami datang ke dewan bukan cari masalah, melainkan kalau boleh harganya ditetapkan dengan wajar. Kenapa satu bidang ada dua harganya," pungkas Mona.