Kemudian ada Jean Philippe Ruggia jadi pembalap pertama yang menikung memakai sikunya dan semakin membuat punuk ini populer.
Setelah mencoba punuk ini dengan beberapa gerakan di atas motor, pembalap asal Prancis ini merasakan kestabilan saat melaju kencang di trek.
Ruggia secara konsisten merasakan sensasi posisi yang nyaman, yang juga mempengaruhi performa di atas trek.
Sang rider sadar posisi tersebut membuat pembalap lebih nyaman soal konsentrasi, lebih menghemat energi, dan tentunya bisa melaju dengan lebih cepat.
Lama-kelamaan punuk ini juga semakin diperhatikan di balap motor, brand lain pun meniru inovasi bagus ini.
Punuk ini kemudian dikembangkan sampai menjadi salah satu elemen aerodinamika penting di balap motor.
Posisi dan pergerakan tubuh pembalap juga dianggap sebagai salah satu pendukung kekuatan aerodinamika, yang bersinergi dengan pergerakan motor.
Pada pertengahan 1990-an ilmu aerodinamika balap motor semakin kuat dengan banyaknya riset di terowongan angin atau wind tunnel.
Peran punuk semakin terlihat penting dengan berbagai riset aerodinamika ini, terutama soal kerja samanya dengan helm dan posisi riding pembalap.
Aliran angin dari depan melewati helm dan punuk dengan posisi tertentu membuat pembalap semakin cepat saat melaju.
Sampai saat ini, punuk punya peranan lebih lagi di dunia balap.
Punuk jadi tempat diletakkannya beberapa peralatan penting, misalnya saja otak pengatur airbag, mengendalikan suhu baju balap, hingga tempat air minum.
Baca Juga: Ada Punuk Unta Di Racing Suit Pembalap MotoGP, Ini Dia Fungsinya