Otomotifnet.com - Masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) cuma 5 tahun dipermasalahkan.
Seorang advokat bernama Arifin Purwanto sampai menggugatnya di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menanggapi itu, Polisi kekeuh masa berlaku SIM cuma bisa 5 tahun.
Dalam hal ini Korlantas Polri menolak masa berlaku SIM dibikin seumur hidup.
Karena ada segudang potensi bahaya jika masa berlaku SIM seumur hidup.
Dirregident Korlantas Polri, Brigjen Pol Yusri Yunus berikan alasan kuatnya.
"Kan sudah ada aturannya, masa berlaku SIM itu 5 tahun, kenapa harus ada tes psikologi? karena jiwa seseorang hari ini sama besok berbeda dari tahun ke tahun," kata Yusri saat, (12/5/23).
"Misal kesehatan mata seseorang hari ini bagus, tahun depan bisa saja (buram) apakah orang tersebut masih bisa bawa kendaraan? Jadi kalau di pikir seumur hidup SIM itu bagaimana jika ada sesuatu di jalan," ungkapnya.
"Mangkanya sudah dibuat aturannya dalam Perpol. Jangan sampai seseorang sudah berumur 100 tahun masih pakai motor," sambungnya.
Ia mengatakan apabila SIM berlaku seumur hidup angka kecalakaan justru akan bertambah.
"Sehingga angka kecelakaan akan semakin tinggi," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Arifin Purwanto, seorang Advokat berjuang mati-matian di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia menggugat masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) agar bisa seumur hidup.
Kini, prosesnya masuk tahap pengujian UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan oleh MK, (10/5/23).
Arifin mengujikan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ yang menyatakan, "Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang."
Arifin Purwanto yang hadir dalam persidangan secara langsung menyebut setiap lima tahun sekali ia harus memperpanjang SIM.
Arifin merasa dirugikan harus memperpanjang SIM setelah masa berlakunya habis yakni 5 tahun.
"Setiap perpanjangan SIM, misalnya lima tahun yang lalu saya mendapatkan SIM setelah itu lima tahun habis saya akan memperpanjang kedua," ucap Arifin.
"Ini nomor serinya berbeda, Yang Mulia. Di sini tidak ada kepastian hukum dan kalau terlambat semuanya harus mulai dari baru dan harus diproses," ucap Arifin.
"Tentu berbanding terbalik dengan KTP. Jadi kalau KTP langsung dicetak," kata Arifin dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Dalam permohonannya, Arifin menyebut masa berlaku SIM yang hanya 5 tahun tidak ada dasar hukumnya dan tidak jelas tolak ukurnya berdasarkan kajian dari lembaga yang mana.
Kerugian lainnya, yakni pemohon harus mengeluarkan biaya serta tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlakunya SIM setelah habis.
Sesuai UU LLAJ, setiap pengendara wajib memiliki SIM.
Untuk mendapatkan SIM tentu bukan perkara yang mudah terutama saat ujian teori dan praktik.
Apalagi hasil ujian teori tidak ditunjukkan mana jawaban yang benar dan mana yang salah.
Namun hanya diberitahu kalau tidak lulus ujian teori.
Selain itu, tolak ukur materi ujian teori dan praktik tidak jelas dasar hukumnya dan apa sudah berdasarkan kajian dari lembaga yang berkompeten dan sah serta memiliki kompetensi dengan materi ujian tersebut.
Hal ini menurut Arifin, jelas bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Selama ini, sebelum mengadakan sebuah ujian tentunya ada pembelajaran terlebih dahulu.
Apalagi pendapat Arifin, dalam memperoleh SIM, tidak pernah ada pelajaran baik teori maupun praktik tentang LLAJ dari lembaga yang berkompeten, tetapi langsung proses ujian.
Oleh itu, pengendara yang akan mencari/mendapatkan SIM sering kali tidak lulus.
Karena tidak adanya dasar hukum yang jelas, kondisi ini sering kali dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu, misalnya calo.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Arifin meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa 'berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang' tidak dimaknai 'berlaku seumur hidup'.
Baca Juga: Masa Berlaku SIM Seumur Hidup Diuji, Advokat Ini Berjuang Mati-matian di MK