Otomotifnet.com - Baterai mobil listrik terus dikembangkan.
Salah satunya dilakukan Prodi Teknik Mesin Universitas Pertamina.
Mereka tengah menciptakan baterai mobil listrik berbasis sodium dan aluminium.
Ketua Tim Peneliti Prodi Teknik Mesin Universitas Pertamina, Sylvia Ayu Pradanawati beri penjelasan.
Menurutnya sebagai alternatif pengganti baterai lithium-ion yang memakan biaya sekitar 40-50 persen dari harga mobil listrik.
"Selain untuk mendapatkan alternatif bahan baku baterai, elektrolit dibuat oleh tim juga terbukti lebih tahan pada suhu tinggi dibanding lithium," terangnya
"Harganya juga lebih ekonomis," ujar Sylvia dalam keterangan tertulisnya, (4/3/22) lalu.
Sylvia mengungkapkan, selama satu tahun terakhir timnya melakukan pengembangan baterai dengan cara menggantikan elektrolit cair menjadi polimer elektrolit berbahan baku sodium dan aluminium.
Menurutnya jumlah sodim dan aluminium di alam jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan nikel yang merupakan bahan baku lithium.
Selain itu, harganya pun lebih ekonomis yakni baterai sodium-ion lebih murah 30 hingga 40 persen dibanding baterai lithium-ion.
Untuk proses pembuatan elektrolit baterai tersebut terbilang sederhana.
Garam sodium dan aluminium dilarutkan dengan sebuah zat pelarut (solvent) untuk kemudian dicampur dengan polimer.
"Polimer yang digunakan oleh tim merupakan polimer alami dari alam," bebernya.
"Sifatnya tidak beracun dan memiliki gugus pasangan elektron bebas yang dapat dijadikan elektrolit polimer dengan nilai konduktivitas ion yang cukup baik," ucap Sylvia.
Untuk melengkapi polimer tersebut, Sylvia melanjutkan juga menambahkan fly ash atau abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran limbah dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
"Fly ash ini berfungsi sebagai filler yang dapat meningkatkan konduktivitas polimer," urainya.
"Pemanfaatan limbah dan garam yang murah ini, diharapkan dapat mengurangi biaya pembuatan baterai serta memperluas aplikasi baterai," tandasnya.