Pasukan Inggris yang menyerbu terbagi menjadi 26 batalion yang di mana masing-masing batalion memiliki tanda berupa huruf A hingga Z.
Batalion Inggris kemudian menyebar ke beberapa daerah di Indonesia dan menetapkan setiap daerah memiliki kode sesuai nama batalyon yang berhasil menempati daerah tersebut.
"Pada saat itu daerah Batavia berhasil dikuasai batalion B maka ditetapkan kode B untuk dijadikan pelat nomor dengan diikuti lima digit terdiri dari angka dan huruf berikutnya," tulis laman Kota Surakarta, dikutip (17/4/24).
"Terdapat juga batalion L yang berhasil menempati daerah Surabaya," tulus laman tersebut.
"Oleh itu Kota Surabaya sampai saat ini memiliki kode awalan huruf L pada pada pelat nomor kendaraannya," tulis laman tersebut.
Mulai saat itulah ditetapkan aturan bagi setiap kereta kuda yang merupakan kendaraan di era tersebut untuk menggunakan pelat nomor sesuai dengan penamaan batalion di daerah masing-masing.
Awalnya, belum ada standar resmi mengenai bentuk, ukuran, bahan, warna dan cara pemasangan pelat nomor kendaraan pribadi.
Sedangkan letak pemasangannya tidak selalu di bagian depan dan belakang kendaraan, ada yang memasangkannya di bagian samping.
Standar resmi mengenai pelat nomor kendaraan bermotor perlahan diberlakukan pada 1917, seiring dengan dikeluarkannya peraturan mengenai registrasi pelat nomor dan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Peraturan tersebut mewajibkan pemilik kendaraan untuk melakukan registrasi kendaraan bermotor secara nasional.