Jika sudah sampai TKT 9 maka teknologinya sudah bisa layak untuk diproduksi massal,” papar Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M. Agr, Staf Ahli Menteri Ristek dan Dikti Bidang Transportasi. Program mobil listrik sendiri telah di tahap RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) ke-3 (2015-2019).
Subsidi pemerintah agar mobil listrik nantinya dapat terbeli oleh masyarakat sangat dimungkinkan. “Hal ini juga terkait insetif pajak, misalnya pemerintah Cina yang mensubsidi bus listrik 7.300 Dolar Amerika dan city car listrik 880 Dolar Amerika. Semuanya berupa tax insentif," papar Dr. Eng. Budi Prawara, Head of Research Center Divisi Tenaga Listrik & Mekatronik (Telimek) LIPI.
TAHAPAN UJI TEKNIS
Setiap kendaraan listrik juga harus mengikuti runtutan proses legalitas sebelum dipasarkan. Ini dikenal dengan istilah uji tipe atau uji TPT. Setelah jadi purwarupa, kendaraan listrik harus ikut proses homologasi yang berupa uji jalan.
Prosesnya mencakup spesifikasi teknis, nomor sasis, nomor mesin dan lain sebagainya disertai dokumen legal perusahaan dan NPWP diserahkan ke Kementerian Perindustrian.
Dari Kemeterian Perindustrian hasil tes tadi dibawa ke Kementerian Perhubungan untuk mendapatkan surat pengantar uji kelayakan dan uji emisi. Hasilnya dikirim kembali ke Kementerian Perindustrian untuk kemudian baru bisa diproduksi massal. Berikut pengenaan pajaknya. Masalahnya, regulasi produksi kendaraan di Indonesia baru sebatas untuk yang bermesin bakar.
“Iya memang agak beda, maka dari itu spesifikasinya harus dicantumkan dengan jelas, kemudian rekam jejak baterainya, termasuk nomor produksi hingga jumlahnya,” sebut Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M. Agr, Staf Ahli Menteri Ristek dan Dikti Bidang Transportasi saat dihubungi (16/3). (motor.otomotifnet.com)
Editor | : | Dimas Pradopo |
KOMENTAR