Kedua teknologi tersebut masih banyak dipakai, bahkan dalam satu kategori mobil sekalipun. Tapi, siapa yang sebenarnya lebih unggul?
Masing-masing pabrikan memiliki alasan tersendiri. Tapi, bukan berarti single kalah dari double. Toh, masih ada teknologi lain untuk membantu meningkatkan performa. Begitu juga DOHC yang masih bisa mengatur ECU apabila mengincar efisiensi bahan bakar kan.
Mesin DOHC memiliki ciri khas penampakan luar yang tergolong lebih lebar dibanding SOHC. Namun tidak bisa disebutkan lebih berat. Sebab sangat bergantung pada bobot setiap komponen yang ada.
"Secara spesifikasi mesin, jika SOHC memang lebih efisien dan mesin DOHC lebih bertenaga. Tapi dengan kemajuan teknologi lainnya, mesin DOHC juga bisa mengimbangi efisiennya mesin SOHC," jelas Bambang Suroyo, kepala bengkel Suzuki Dewi Sartika, Jaktim.
Untuk menggerakkan per klep dan klep, mesin SOHC menggunakan rocker arm atau pelatuk. Berbeda dibanding DOHC, yang dari camshaft langsung menekan ‘cincin' dan selanjutnya per klep.
Penggunaan camshaft yang hanya satu membuat mesin SOHC lebih irit dibanding DOHC. "Sebab bukaannya sedikit sehingga udara dan bahan bakar yang masuk juga sedikit, dibandingkan DOHC yang membuka lebih banyak. Tapi dengan DOHC, tenaga lebih besar dan jika disandingkan dengan teknologi VVT, maka bisa tetap irit bahan bakar juga," tambah Bambang.
Untuk versi SOHC, biasanya memiliki penampakan luar yang lebih ramping dibanding SOHC. Bentuknya yang ringkas sehingga tak terlalu memakan ruang.
Hasil Test | 0-100 km/jam | 402 meter | Dalam Kota | Konstan |
Toyota Yaris (DOHC) | 13,41 | 18,88 | 11,3 | - |
New Honda Jazz RS (SOHC) | 10,7 | 17,5 | 12,5 | 19,5 |
Suzuki Ertiga (DOHC) | 15,1 | 19,8 | 12,4 | 19 |
Honda Mobilio (SOHC) | 14,9 | 19,5 | 12,8 | 20,5 |
Editor | : |
KOMENTAR