Gawatnya, seting terjadi insiden melibatkan anak-anak. Skill mereka masih mentah, emosi dan daya prediksi belum terasah di jalanan. Akibatnya bisa fatal, malah dalam beberapa kasus sampai merengut nyawa mereka.
Yogadhita Gde perwakilan dari Badan Kesehatan Dunia alias WHO mencatat ada sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di jalan raya. Dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian anak-anak di dunia dengan rentang usia 10-24 tahun.
“Tingkat fatalistik anak remaja menempati posisi kedua dalam usia kecelakaan,” bilangnya saat Konferensi Anak Indonesia tahun lalu.
Hal yang paling serius dalam menghadapi kondisi seperti ini adalah soal kesiapan si anak berhadapan dengan jalan raya. Setelah itu perketatlah diskusi tentang keselamatan di jalan raya. “Tanamkan pemahaman bahwa motor adalah objek terkecil setelah sepeda di jalan raya. Motor mengandung potensi bahaya jika tidak memahami pentingnya safety riding,” jelas Joel Deksa Mastana instruktur safety riding.
Saat ini, sangat mudah dilihat pelajar SMP yang notabene usianya masih di bawah 16 tahun wara-wiri di jalan naik motor. “Mereka itu naik motor tanpa SIM. Ini dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Jadi orang tua turut andil terhadap kecelakaan. Walaupun anak-anak zaman sekarang lebih canggih dan lebih terampil menggunakan kendaraan, tetapi orang tua harus berperan dan mencegah,” papar Irjen Pudji Hartanto, Kepala Korprs Lantas Polri.
Menurutnya pada 2011, kematian anak akibat kecelakaan lalu lintas meningkat tajam. Peringkat pertama pada usia 5-29 tahun. Tingkat kedua pada usia 5-14 tahun dan peringkat ketiga 30-44 tahun. Karena itu, para orang tua sebaiknya menanamkan sebuah role model yang baik. Biasanya anak usia 17-an sedang mencari eksistensi diri. Jauhkan definisi jantan atau macho adalah sama dengan kehebatan pakai motor di jalan.
“Justru sebaliknya, bawaan elegan, hati-hati dan selalu penuh perhitungan adalah kejantanan hakiki dan layak jadi idola di antara teman-temannya. Output dari pemahaman ini membuahkan rider yang berperilaku safety,” wanti Joel.
Berikan pemahaman hubungan emosional antara dirinya dengan alat safety terutama helm. Berikan sugesti positif jika anak memakai helm setiap saat, ayah dan ibu akan tenang dan nggak was-was.
Jadi untuk menyenangkan orang tua dan ujud sayang pada mereka, sang anak ‘dibebani’ kewajiban memakai helm. Outputnya positif, setiap riding ada keterikatan emosional antara sang anak dan perlengkapan safety tadi. (motorplus-online.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR