Terlepas masalah spesifikasi ban FDR yang dianggap cocok untuk aspal Indonesia oleh pembalap. Disinyalir karena punya tim riset yang solid, sehingga sebaiknya menjadi semangat kompetisi buat pabrikan ban lain untuk intens melakukan riset pula.
DAYA CENGKERAM
Faktanya di lapangan belum nampak hasil riset dari merek lain sampai ke tahap produksi, sehingga tetap saja merek FDR jadi pilihan utama. Termasuk oleh tim yang disponsori oleh ban merek lain seperti IRC dan Mizzle saat Motoprix Region 1 di stadion Maulana Yusuf Serang yang beralih ke FDR meski di motor dan baju balap menempel logo ban lain.
“Ban kayak nggak ngegrip saat jajal di QTT, jadi mending pakai yang aman saja, pasang FDR kayak yang lainnya saja,” kata Ervantona, pembalap tim BL K1 Racing yang mendapat support dari Mizzle MR1. Tapi saat seri 2 di Purwokerto, Ervantona sedang tes kompon baru Mizzle balap dan kabarnya sudah lebih bagus dari sebelumnya.
Begitu pula dengan Corsa. Pada seri 2 Purwokerto membagikan ban yang diklaim baru punya kompon lebih lunak ke tim yang disponsori. Sebut saja Honda Aries Putra dan Honda MPM Zuma, meski belum ada kabar masuk jalur produksi massal.
Terpantau saat ini ada merek FDR, IRC, Corsa dan Mizzle yang masuk ke tim Motoprix, meski apesnya tak ada seleksi dari segi teknis oleh regulator yang dalam hal ini PP IMI. “Sejauh ini dari komisi teknik PP IMI yang terdiri 2 orang PP IMI dan 4 wakil ATPM, tapi sejauh ini belum ada aturan soal spesifikasi teknis ban balap,” kata Edy Horizon yang mengawangi urusan road race di PP IMI.
Lebih lanjut, Eddy menyebut soal aturan SNI Nomor 06-0101-2002 mengenai ban sepeda motor dibikin oleh Badan Standarisasi Nasional yang menjadi syarat wajib buat industri ban yang dijual di Indonesia harusnya cukup menjadi seleksi ban balap.
Tapi faktanya membuat ban khusus road race tak seperti ban harian karena semuanya punya standar dan kebutuhan berbeda. Seperti soal ukuran, bentuk profil, model alur, struktur hingga pilihan kompon. Karena ban balap dibikin untuk traksi maksimal sesuai kondisi sirkuit dengan usia pakai yang pas untuk balap saja.
Berbeda dengan ban harian yang dibikin awet berbulan-bulan untuk beragam kondisi jalan. Untuk kebutuhan standar industri produksi ban tentu cocok mengacu ke SNI, tapi untuk kebutuhan spesifik ban roadrace rasanya akan lebih afdol kalau PP IMI mengundang produsen ban yang ingin aktif di roadrace untuk melakukan diskusi dan membuat standar kelayakan ban balap.
Tentu ini akan menjadi win-win solution buat produsen ban yang ingin aktif balap, PP IMI sebagai regulator, tim balap yang akan kecipratan dana sponsorship dan tentunya pembalap sebagai end user.
Karena ban balap jelas menyangkut faktor keamanan pembalap. Analoginya, saat pembalap merasa ban punya daya cengkram maksimal maka keberaniannya untuk memacu motornya pun kian tinggi.
Ini sekaligus juga sebagai filter terhadap produsen ban yang nekat berpromosi di arena balap dengan sekedar mengucurkan dana sponsor ke tim balap atau event tanpa sebelumnya melakukan riset serius terhadap produknya.
Kalau asal branding tanpa mewajibkan pembalap pakai saat balapan, mungkin masih aman. Tetapi kalau mengharuskan turun balap dengan ban yang belum siap untuk balap atau sekedar pasang ban spesifikasi harian tentu pembalap yang akan dirugikan. (otosport.co.id)
Editor | : | billy |
KOMENTAR